Senin, 06 Desember 2010

JUST BE YOUR SELF - JUST BE MY SELF

"Tenda nasi kucing, di daerah Matraman, Jakarta Pusat"
7 desember 2010, Pukul 00:15


Pertama kali seorang yang asing mengatakan kepadaku seperti ini : ..."Mbak, gak' pantes...".
Untuk sejenak aku tertegun. Dan langsung mematikan rokok yang baru saja kunyalakan.
Hmm, mungkin dalam pikiran mas asing itu, aku terlalu manis untuk merokok (hehe).

Aku bukan seorang perokok. Aku tidak merokok.
Tapi tadi malam aku ingin sekali merokok, karena kata teman-teman rokok bisa sedikit meringankan beban pikiran, selain alkohol tentunya.
Tetapi ketika mendapat "teguran" dari pria asing itu,
well well well .... Aku tersadar bahwa bagaimanapun beban yang sedang aku alami saat ini, tetap JADILAH DIRI SENDIRI.
Tak perlu melakukan hal apapun untuk bermaksud sejenak meringankan beban yang ada.
Karena toh persoalannya tidak serta merta hilang.

JUST BE MY SELF.
Dan memang, kebiasaan diri sendiri dengan mengurung diri dalam kamarku yang remang dan hangat, adalah sikap yang paling aman.
Just be your self.
Just be my self.


eLIKa
'sedang gundah gulana'

Sabtu, 26 Juni 2010

Benarkah selingkuh itu indah ?


Sesuai dengan judulnya. Benarkah selingkuh itu indah ?
Ya ! Buat orang yang menikmatinya, dan kebetulan sedang jenuh dengan pasangan, apalagi memiliki pasangan yang selalu melakukan kesalahan, sehingga ia ingin mencari kekasih baru menggantikan yang lama. Dan tidak ! Buat orang yang sebenarnya nggak ingin selingkuh tetapi terpaksa (?). Mungkin agak membingungkan ya untuk pernyataan yang terakhir. Tapi coba saya jelaskan deh.
Sebenarnya alasannya hampir sama dengan orang yang menikmati perselingkuhan itu. Hanya saja perbedaannya terletak pada hati yang sesungguhnya masih sangat mencintai pasangannya. Yes, hati masih mencinta dan tentu saja masih ingin bersama, tetapi karena sesuatu hal ia pun berselingkuh. Hmm, kesannya belum bisa diterima sih, tapi yang ingin saya katakan adalah persoalan ini biasanya berhubungan dengan kekesalan atau sedikit dendam atas sesuatu hal tidak menyenangkan yang sebelumnya pernah terjadi.  
Beberapa teman saya mengatakan bahwa selingkuh itu memang indah. Apalagi pasangan selingkuhnya jauh lebih ‘oke’ dari pacar sesungguhnya. Well, kalo bicara soal fisik mah’ nggak akan ada habisnya. Tapi biasanya yang terjadi karena mereka mendapatkan suatu kenyamanan lain yang tidak didapatkan dari pacar sesungguhnya. Persoalan bentuk kenyamanan seperti apa ? Hanya mereka yang bisa mendefinisikan. Namun kekurangannya ialah, mereka justru nggak mau melepaskan pacar ‘asli’ mereka.
Sayang bok’, kalo’ gue lama-lama ngerasa nggak sreg dengan yang ini, kan pacar gue yang pertama masih ada. Sampe sekarang cuma dia deh yang bisa tahan pacaran sama gue”. Katanya.
Lha, kalo’ lu ngerasa cowok lu yang paling ngerti gimana-gimananya elu, trus ngapain lu tepe-tepe ke cowok lain coba?”. Saya langsung nyolot.
 “Ehm, gimana ya say … Kadang gue ngerasa bosen sih sama cowok gue. Tapi kalo’ dia lagi bikin gue seneng, ya gue juga pasti lupa sama selingkuhan gue”.
Truss, kalo’ cowok lu lagi nge-bete-in, lu tinggal jalan sayang-sayangan sama cowok lain getoo?!”. Saya makin nyolot.
Dan temen saya itu pun membalas dengan cengengesan.
Haduh, ribet banget ya. Kalau memang dasarnya cinta dan peduli satu sama lain, nggak akan mengeluh dan pasti selalu siap menerima apa adanya. Lagipula, kalau sifatnya masih mau bersenang-senang, ya nggak usah komitmen untuk pacaran, jalan aja senang-senang dengan teman-teman lelaki. Simple. Tapi semua itu pilihan seseorang sih. Saya hanya bisa berkomentar tanpa punya kuasa untuk melarang.
Lain lagi dengan selingkuh karena terpaksa. Pernah terjadi, teman wanita saya berselingkuh karena merasa kesal alias dendam dengan pacarnya. Dia merasa nggak adil atas kesalahan masa lalu yang menurut dia tidak selaras dengan prinsip hidupnya. Again, selingkuh adalah jalan lain yang dipilih untuk memuaskan kekesalan hatinya. Ketika dia merasa atau melakukan hal sama dengan yang pernah dilakukan oleh pasangannya dimasa lalu, maka dia akan merasa puas. Solusi “satu sama” menjadi pilihan. Dan setelah perselingkuhan itu dilakukan (dan biasanya hanya terjadi satu kali), dia pun kembali pada pacarnya dan seolah-olah tidak pernah terjadi kesalahan apapun. Hmm, ini sih menurut saya lebih idiot lagi.
Anyway, apapun alasannya dan bagaimanapun situasi yang ada dalam suatu hubungan, jika dari awal dibentuk dengan penuh cinta kasih, dan komitmen untuk menjaga itu, saya pikir tidak akan ada badai yang tak bisa dihadapi. Kalau dari awal setuju untuk membina hubungan, konsekuensinya adalah sudah tahu, mengerti, dan memahami kelebihan plus kekurangan pasangan kan? Yo wes, jangan mengeluh belakangan. Cinta itu tidak mudah dijalani lho. Karena bukan hanya “kata cinta” saja yang diperlukan, tetapi bagaimana implementasi “kasih sayang” itu seutuhnya. Jadi ladies and gentlemen, jika kalian belum siap untuk berhubungan dengan satu orang saja, saran saya, jangan memberi harapan lebih deh buat seseorang yang mengharapkanmu. Karena upaya untuk tidak menyakiti seseorang lebih baik daripada sikap yang “akan” menyakiti satu dan dua orang di masa depan. Trust me.     


Rabu, 09 Juni 2010

Curhat Di Minggu pagi

Seorang teman di Minggu Pagi curhat pada saya, “Ka, saya pengen nanya sesuatu nih … Secara gender, perempuan memasak untuk pasangannya itu salah nggak?”. Ouw ouw ouw … Pertanyaan yang saya pikir sangat mudah untuk menjawabnya. Tentu saja TIDAK SALAH. Tapi ada apa sampai teman saya bisa bertanya seperti itu ?

“Saya habis berdebat dengan istri teman saya yang mengatakan bahwa perempuan itu nggak harus memasak untuk suami !”. “Apa jadinya kalo’ seperti itu?!”. “I can not do that !”. Dan bla bla bla …. Serentetan pendapat lainnya.

Hmm, lucu juga ketika mengetahui reaksinya. Saya pikir banyak lelaki yang sudah mengetahui bahwa sebagian perempuan-perempuan diluar sana tidak tertarik untuk memasak. Dan biasanya hal itu terjadi pada perempuan dengan karir yang tinggi melesat. Selain tidak memiliki waktu luang sebagai alasannya, ternyata masih ada perempuan yang berpikir bahwa sekarang ini bukan zamannya lagi untuk perempuan “masuk” dapur.

Ada yang benar, dan ada juga yang salah. Benar bahwa banyak wanita dengan karir yang sukses dan super sibuk, sehingga tak punya waktu lagi untuk melayani pasangan soal dapur dan makanan, dan lebih aman menyerahkannya kepada asisten – PRT. Hal ini sangat bisa dimaklumi, karena wanita zaman sekarang sudah sangat jauh berbeda dengan wanita zaman dulu. Dimana wanita pada masa ini lebih smart dan inovatif sehingga lebih sering menghabiskan waktu diluar rumah. Well, sangat penting memang coz bagaimanapun juga banyak kasus yang membuktikan bahwa wanita lebih telaten dalam mencari duit.

Dan salah apabila masih ada wanita yg berpikir kira-kira seperti ini, “Perempuan masak ?? hare genee ?? ngapain gue sekolah tinggi kalo’ ujung-ujungnya masih masuk dapur! percuma dong gue bayar pembantu …”. Hmm, lalu kenapa dengan wanita smart yang pandai memasak ? Memasak itu adalah kegiatan yang menyenangkan you know …. Apalagi dilakukan bersama pasangan yang dicintai, hmmm.

Menurut saya, perempuan itu akan semakin menunjukkan sex appeals-nya disaat memasak. Pada moment ini lah sangat terlihat bagaimana perempuan memainkan jemari dan pergelangan tangannya dalam mengolah makanan. It’s so hot. Setidaknya, itu yang saya rasakan ketika ‘bergaul’ dengan dapur ;-). Lagipula ketika seorang perempuan membuat suatu masakan dengan penuh cinta, itu akan menjadi suatu kepedulian khusus dan penghormatan kepada pasangan. Lelaki mana sih yang nggak senang disuguhkan makanan hasil kerja perempuan yang dicintainya ?

Bagi teman lelaki saya itu, (Dan bisa dikatakan ia adalah representasi dari beberapa lelaki dengan jawaban yang kurang lebih sama), perempuan menemukan identitasnya dalam aktifitas masak-memasak. Mungkin bagi kebanyakan perempuan, dengan adanya globalisasi dan pertukaran ide kultural, perempuan merasa sudah bukan jamannya lagi harus tinggal di dapur dan memasak untuk suami. Aktifitas masak-memasak bagi seorang istri/pasangan akhirnya di stigmatisasi menjadi semacam perbudakan dan ujung-ujungnya menghasilkan bias gender. Tapi mari kita mencoba sebuah paradigma yang mungkin lebih menhormati wanita dalam aktifitas masak-memasak. Jika wanita menemukan identitasnya dalam memasak, itu adalah sesuatu nilai positif. Akan menjadi salah jika ketika lelaki dengan seluruh kekuatan ekonomi, politik dan fisiknya mulai mengeksploitasi wanita. Ide mengenai gender muncul ketika perempuan terstigma secara ekonomi yg melahirkan kelemahan di bidang politik, pendidikan dan sosial. Bagi seorang lelaki, ketika wanita dengan seluruh hatinya menghidangkan sebuah masakan bagi suaminya, dia tidak hanya memberi makan suaminya, tapi ia telah memberi sebuah kehidupan sebab wanita untuk pria ibarat bumi bagi hewan dan tumbuhan. Masakan dari seorang wanita ibarat hujan bagi tanaman, atau rumput bagi ternak. Dan seorang perempuan menjadi sempurna ketika ia menjadi pemberi hidup, makanan jiwa dan raga bagi suami atau pasangannya.

Lalu teman saya ini melanjutkan komentarnya, “Disini (Australia - red.) rata-rata perempuan seperti itu Ka … Nggak mau memasak untuk pasangannya. Karena mereka pikir itu bukanlah suatu keharusan. Mungkin karena perbedaan paradigma dan perbedaan kultur yang menjadikan seperti itu. Beda banget dengan di Indonesia ”. Well, kembali lagi, saya pikir ke-tidak-inginan untuk memasak bagi perempuan bukanlah disebabkan karena faktor perbedaan budaya atau cara pandang mengenai ‘tugas & fungsi’ wanita yang satu itu, tetapi lebih kepada “pilihan” si wanita bagaimana menempatkan dirinya. Atau dengan kata lain si wanita malas mau atau tidak untuk memasak. Karena tak dapat dipungkiri jika seorang wanita merasa ‘bakatnya’ bukan di memasak, mau berkata apapun juga, ya dia takkan mau bergaul dengan dapur dan segala pernak perniknya. Trust me. It was happened.

Anyway, sedikit tips buat para lelaki yang memiliki pasangan yang “nggak doyan” memasak : Coba ajak pasanganmu ke dapur. Minta dia untuk membantumu di dapur. Memotong sayuran atau memotong buah sebagai dessert adalah awal yang bagus untuk menariknya memasuki area itu, sambil mengobrol atau bercanda tentang hal-hal yang menyenangkan tentunya. Jika dia ‘masih’ takut terkena minyak goreng panas, maka minta dia untuk tetap menemanimu di dapur. Dan dengan sedikit rayuan seperti, “Sayang, tolong aduk sayurnya sebentar dong … Tambahin garam secukupnya ya … ”, percaya deh, cara itu akan sangat manjur. And guess what ?! Tanpa sadar dia pun SUDAH memasak. Lakukan kegiatan itu setiap ada kesempatan. Dan bukan tidak mungkin, untuk selanjutnya dia yang akan mengajakmu duluan. So guys, you better try this way!

Rabu, 19 Mei 2010

Nyut. Nyut. Nyut ....


Nyut. Nyut. Nyut. Nyut…..
Bangun pagi ini kepala rasanya pusing berdenyut. Penyakit lama yang kerap muncul jika aku merasa stress. Gosh …. I hate this feeling ! Sedih rasanya ketika bangun dipagi hari dan langsung menyadari bahwa kamu akan menghadapi sesuatu yang menyedihkan. Untuk jangka panjang. Yep, that’s what I feel now …. Hurable
Mungkin segelas besar coklat panas akan sangat membantu…”. Sambil menunggu indikator pemanas airku menjadi warm, aku pun mulai menyalakan laptop kesayanganku. Rutinitas setiap pagi mengecek email yang masuk dan offline message dari teman-teman.
I miss him already…”. Menggelisahkan jika mengingat percakapan semalam bahwa Lelakiku akan pergi keluar kota untuk ditugaskan disana. Nggak tanggung-tanggung, daerah Timur mendekati ujung Indonesia yang menjadi tujuannya. Well, sekitar 1 atau 2 bulan lagi keberangkatannya. Aku cemas sekali. What can I do without him, here, beside me ? Selama 2 tahun ini aku memiliki keberanian tinggal di kota metropolitan ini karena ada dia disampingku. Melindungiku. Dan ketika dia pergi nanti ? Untuk kontrak kerja yang tidak sebentar ? God …. I can’t imagine how’s my life would be ….   
Aku masih menangis ketika membicarakan hal itu lagi.
Aku ga bisa menjalani long distance relationship babe …!. Kamu tahu aku ga bisa. Aku khawatir sekali. Aku ga mau terulang lagi …”.
Yeah, trauma. Mungkin itu penyebabnya aku panik seperti ini. Well, humm, tidak juga … Waspada sih lebih tepatnya. Nggak mau kecolongan lagi. Nggak mau menyia-nyiakan waktu. Humm, sudah terbiasa selama 2 tahun intens bertemu terus jadi aku nggak bisa jauh dari dia. Atau … Aku nggak mau pisah ditengah jalan karena berjauhan !
And yep ! Aku trauma !!!  Gosh ……
Sedikit terobati ketika mendengar penjelasan Lelakiku. “Job ini kesempatan yang baik buat aku sayang ... Penghasilan yang aku dapat dari ini besar. Ini untuk kita juga. Kita udah punya target menikah kan ? kita bisa menabung banyak. Lagipula aku akan sering balik ke Jakarta. Barang-barang dan tempat tinggalku masih disini … Kamu juga ada disini … ”. Well, setiap perempuan juga pasti akan senang mendengar kata “gaji besar”, “tabungan banyak”, dan segala tetek bengek yang berhubungan dengan uang. Nggak dipungkiri sih, menikah dengan kondisi memiliki tabungan yang “sudah” banyak akan sangat menyenangkan. Tapi apa dengan harus berjauhan ? Ughh, I can not thinking !
Aku bakal kepikiran terus nih …”. Atau, aku harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sebelum hari keberangkatan itu ? Humm, mungkin untuk sementara begitu dulu.
Singing : Dear God, the only thing I ask of You is to hold him when I’m not around. When I’m much too far away …. We all need that person who can be true of  you ….*
Ugghhh, I’m gonna miss him a lot !  :-(

Rabu, 03 Maret 2010

HAM Vs Implementasi UU Hukuman Mati


Agustus, 2008


“Wacana tentang eksekusi mati telah menjadi kontroversi sejak lama. Setiap pihak yang pro dan kontra telah menjadikan  hal ini polemik yang sekaligus membuka pikiran sebagian masyarakat untuk turut memberikan sumbangsih pendapat, keinginan dan harapan mereka mengenai eksekusi mati ini”.

 Berbicara tentang eksekusi mati tentu tak lepas dari Hak Asasi Manusia. Sangat menarik untuk menyimak berbagai apresiasi yang ditunjukkan oleh para pihak yang pro maupun yang kontra mengenai ini. Sederhana saja, eksekusi mati dianggap oleh sebagian orang sangat bertentangan dengan HAM (UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia) karena mengambil hak hidup seorang manusia secara sengaja dengan Undang-undang sebagai justifikasinya (UU tahun 1964 tentang tembak mati). Saya termasuk orang yang sangat menentang hukuman mati itu. Pertimbangan dalam melaksanakan hukuman mati seharusnya tidak hanya di kaji dari aspek hukum pidana dan sekedar mengimplementasikan apa yang telah ditulis oleh Undang-undang semata, tapi juga harus mempertimbangkan aspek moralitas dan hak hidup setiap manusia yang paling hakiki (hanya Tuhan yang berhak memutuskan jalur hidup setiap manusia). Dan meskipun dengan alasan apapun, saya lebih setuju bahwa hukuman penjara seumur hidup sudah merupakan hukuman pidana yang paling tinggi yang dapat memberikan efek jera, karena merampas kebebasan orang dari lingkungan sekitarnya adalah lebih baik daripada merampas kebebasan seseorang untuk hidup di dunia. Kalau dari bahasa sederhananya, setidaknya dengan kesempatan hidup meskipun dengan penjara seumur hidup bisa memberikan kesempatan kepada para pelaku kejahatan untuk memperbaiki diri secara spiritual (setidaknya sebagian napi terbukti lebih “dekat” dengan Tuhan setelah di dalam penjara daripada ketika mereka masih bebas), daripada dengan segera mencabut nyawa mereka tanpa memberikan kesempatan untuk bertobat. Setiap manusia memiliki hak dasar untuk memperbaiki diri lahir dan batin bukan ?
Berbicara mengenai efek jera. Saya pikir dengan adanya hukuman mati tidak serta merta menghapus atau meminimalisir kejahatan yang terjadi seperti narkoba, pembunuhan berantai, dan lain-lain. Karena bukan hukuman mati yang ditakuti para pelaku kejahatan  melainkan rasa takut untuk kelaparan atau kekurangan ekonomi, kehilangan seseorang, melindungi diri sendiri, maupun alasan-alasan lain yang dipikirkan seorang pelaku kejahatan pada saat itu untuk menyelamatkan dirinya sendiri daripada memikirkan akibat atau konsekuensi yang akan dihadapi pelaku tersebut. Sehingga kejahatan akan selalu ada di negara Indonesia ini selama rakyatnya belum sejahtera, aman, dan tentram. Mengingat motif utama seseorang membunuh, atau merampok, ataupun menjual narkoba sampai pada korupsi sekalipun adalah EKONOMI. Jadi harus berapa banyak narapidana lagi yang harus di “bunuh” dengan alasan merugikan orang banyak, dibanding dengan kelalaian negara untuk melindungi dan meningkatkan taraf hidup seluruh warga negaranya? Sedangkan negara memiliki kewajiban penuh untuk melindungi dan mempertahankan hak hidup warga negaranya. Sungguh ironis memang, dengan keadaan seperti ini, saya berpendapat bahwa justru negara yang dalam hal ini pemerintah, adalah pelanggar HAM terberat, karena selain gagal menyejahterakan rakyatnya, juga dengan sengaja mengambil hak hidup seseorang. Pemerintah memang pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan, tetapi bukan berarti tanpa mempertimbangkan setiap detail aspek yang terdapat didalamnya.
Hmm, pasti akan ada yang berpendapat bahwa seorang koruptor lah yang paling pantas mendapatkan hukuman mati. Alasan yang paling masuk akal ialah karena seorang koruptor sudah merampas uang rakyat banyak demi keuntungan dan kekayaan pribadi. Memang itu menjadi alasan yang tepat untuk ia mendapatkan hukuman yang sangat berat, tetapi menurut saya hukuman yang paling pantas adalah hukuman seumur hidup (pertimbangan usia seorang koruptor biasanya mulai dari 40 tahun-an), dan ditambah lagi dengan menyita aset dan kekayaan pribadinya yang disesuaikan dengan jumlah dana yang dikorupsi. Jika masih kurang, akan menjadi urusan keluarganya mencari sisa dana tambahan untuk menutupi kekurangan kepada negara. Si koruptor menghabiskan sisa hidupnya dipenjara hingga menghadapi kematiannya sendiri, bahkan keluarganya pun turut repot untuk mencari uang pengganti. Rasa malu seumur hidup, kekayaan habis, itu akan menjadi hukuman yang paling berat selama hidupnya. Dan yang pasti ia tak akan bisa memfasilitasi dirinya sendiri dengan peralatan mewah di penjara. Apa yang harus si koruptor lakukan ? Hanya banyak sembayang dan berdoa supaya dosa-dosanya diampuni sebelum umurnya habis. Itu saja. Dan jika jenis sanksi berat seperti ini sudah diterapkan kepada SATU ORANG KORUPTOR SAJA sebagai contoh, kemungkinan besar orang-orang yang bergelar koruptor ‘tersembunyi’ lainnya bisa memikirkan lagi perilaku mereka.
Kembali pada perdebatan tentang hukuman mati tadi, saya sangat tidak setuju dengan statement Henry Yosodiningrat dalam acara Debat yang ditayangkan di salah satu stasiun tv swasta pada tanggal 23 juli 2008. Bung Henry mengatakan bahwa eksekusi dengan tembak mati adalah cara yang “santun” dalam melaksanakan hukuman tersebut. Dengan alasan bahwa tembak langsung kearah jantung atau kepala daripada digantung, adalah cara yang “santun” karena orang yang dieksekusi tidak merasakan penderitaan atau sakit yang berkepanjangan. Saya kira ini adalah statement yang sangat tidak pantas di ucapkan, karena dengan metode apapun yang digunakan, alasan apapun cara hukuman mati tetap tidak bisa dibenarkan meskipun dengan pertimbangan implementasi undang-undang negara sekalipun. Toh sebuah Undang-undang dibuat oleh manusia, direvisi serta dapat juga dibatalkan oleh manusia, dan setiap manusiapun tak ada yang sempurna.
Para praktisi hukum pidana dan para praktisi HAM tentu memiliki pendapat yang sangat kontradiktif mengenai perdebatan ini. Dengan alasan bahwa pelaku kejahatan yang membunuh korban melakukan pelanggaran HAM, sehingga harus membayar dengan cara yang sama, terlihat ada semangat balas dendam disitu. Dilain pihak juga dapat timbul tanggapan bahwa pemerintah memberikan serangan balik kepada para pelaku kejahatan dengan memberikan hukuman mati. Sehingga tidak akan pernah efektif karena motif atau alasan para pelaku untuk membunuh berbeda-beda. Hukuman mati bertentangan dengan konstitusi yaitu hak untuk hidup adalah hak yang tidak boleh dikurangi oleh siapapun dan dengan alasan apapun. Dan negara sebagai subjek yang memiliki otoritas tertinggi dalam melaksanakan Undang-undang seharusnya benar-benar memahami itu. Artinya pemerintah harus mengkaji kembali mengenai Undang-undang yang sangat jelas saling bertentangan satu sama lain. 
Pada akhirnya, setiap negara mempunyai alasan dan pertimbangan sendiri untuk tetap mempertahankan ataupun menghapus hukuman mati. Bagaimanapun juga negara yang menerapkan hukuman mati selalu menilai bahwa itulah hukuman setimpal dan hukuman yang paling berat bagi seorang pelaku kejahatan. Dan negara yang masih memiliki sensitifitas terhadap nilai-nilai luhur Hak Asasi Manusia pasti akan menerapkan hukuman seumur hidup sebagai gantinya. Dan saya sangat mendukung jika negara kita menghapus saja metode hukuman mati, dan mulai meratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak Sipil (ICCPR) dan Second Optional Protocol of ICCPR, tentang penghapusan hukuman mati. Negara Indonesia melalui wakil-wakilnya di panggung internasional aktif menyuarakan peningkatan harkat dan martabat manusia dan menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia, namun realisasi didalam negeri tidak menunjukkan hal itu. Bagaimanapun juga metode hukuman mati adalah metode hukum “primitif”, pemerintah harus membuka mata dan pikirkan mengenai penghapusan hukuman mati sekarang juga.     

Selasa, 02 Maret 2010

Cinta Vs. Persahabatan

 September, 2007

Cinta dan persahabatan,
Takkan pernah bisa berjalan beriringan.
Dimana dua insan mencoba untuk menepis rasa,
Demi sebuah persahabatan ...

Rasa takut kehilangan satu sama lain,
Yang disebabkan oleh cinta.
Dan persahabatan pun dipilih,
Demi keabadian ...

Sampai kapan ini bertahan ?
Mungkin sampai cinta bisa memberi jaminan,
Bahwa ia takkan pernah menyakiti,
Ia takkan pernah mengecewakan,
Ia takkan pernah memberi luka,
Dan ia takkan pernah meminta tangis.

Dan jika saat itu tiba,
Aku akan berani mengatakan,
"Sahabatku ... Aku mencintaimu".

Kamis, 25 Februari 2010

Keindahan Yang Misterius

 Agustus, 2007

Raga yang mengalir indah
Sentuhan nafas dalam satu kekuatan
Tangan-tangan handal dalam setiap hentakan
wujud nyata dari sesosok adam rupawan

Angin lembut dalam pesona wajahmu
Air tenang dalam setiap tingkah lakumu
Bara api dalam setiap ambisimu
Idealisme menjadi bagian dari jiwamu

Misteri keindahan yang kau pancarkan
Aura pesonalitas yang kau dengungkan
Cinta dan misteri kini adalah kesatuan jiwaku
Segala pujianpun ku titipkan padamu

Rabu, 24 Februari 2010

Untitled

 Tahun 2007,


Aku telah mati,
Dalam kesepian dan kemarahan yang diam.
Dalam kesenangan dan kebahagiaan yang semu.
Dalam bayangan masa depan yang penuh fatamorgana.
Tapi itu dulu !

Aku terlahir kembali,
Dengan mengingat sejarah kebenaran.
Sikap frontal dengan penuh kesadaran.
Meskipun impulsif bisa menjadi pilihan.
Bagaimanapun juga ... Kebenaran lahir dari perdamaian setelah peperangan yang panjang.
Dan itu sekarang !

Aku telah hidup,
Dengan pro dan kontra yang masih ada.
Segala pertentangan hati yang masih eksis.
Namun itu manusiawi ... Alami.
Siapapun tak pernah bisa melihat dirinya sendiri secara transparan.
Bagaimanapun juga ... Akal sehat menjadi penanda manusia dengan derajat tingginya.
Dan itu adalah proses !

Kering ....

 Tahun 2007,

Kering ...
Ketidakpatuhan atas segala kebaikan-kebaikan yang telah menjadi doktrin dalam sejarah hidup manusia, membuat  apa yang tampak menjadi terkesan sia-sia.
Akibatnya, kesalahan dan dosa terlihat sebagai keindahan yang disengaja.
Cinta yang dirasa pun menjadi kering ...

Aku tak mencintaimu,
Tapi tampaknya aku mencintaimu.
Sejarah mengajarkan cerita-cerita sendu nan pilu yang menuntut revolusi kehidupan.
Namun doktrin itu seketika menjadi sama saja,
ketika aku untuk kesekian kalinya mengecap paradoks-paradoks realita yang pada akhirnya menawarkan kekeringan.

Aku menawarkan kemandirian yang pantas bagiku,
Tapi dikehidupan sekitar tak ada catatan-catatan itu.
Aku lelah dengan idealisme-idealisme yang tak pandai bersekutu dengan realita yang tersedia.
Dan pada akhirnya, seorang manusia menjadi muak dengan segala kenikmatan yang sudah menjadi stigma sepanjang hidupnya.

Minggu, 21 Februari 2010

Dancing Fountain ; Hiburan Yang Murah


Pernah jalan-jalan ke Monas pada Sabtu dan Minggu malam ? Mungkin sebagian besar anak muda Jakarta sudah melupakan tempat itu. Café, Mall, Twentyone, atau tempat nongkrong lainnya masih banyak yang lebih menarik sehingga para anak gaul ini memilih untuk menghabiskan waktu disana. Tapi seandainya mereka mau mengunjungi Monas pada waktu-waktu tersebut, sekali saja, mungkin mereka akan berpendapat lain. Well, perhaps
Saya tidak akan berkata seperti ini jika saya belum pernah kesana. Awal tahun lalu tepatnya. Mendengar kata ‘Monas’ memang sudah menjadi hal biasa, begitupun halnya saya. Tetapi seorang teman merekomendasikan ‘Monas’ saat dia tahu saya sedang jenuh dengan rutinitas biasanya. “Ada air mancur menari lho disanaBelum pernah liat kan?”,  katanya. Dan saya pun menjawab dengan senyum lega, “Hmm, boleh juga”.
Jadilah kami kesana. Setelah sekian lama tidak masuk kedalam lingkungan Monas dan ketika kembali lagi ada perasaan yang berbeda disana. Mungkin memang benar, perasaan terbiasa dengan suasana glamour ataupun tempat-tempat yang cozy dengan lampu-lampu mewah, musik lembut yang menggoda, serta aroma makanan lezat, membuat saya dan sebagian orang terhipnotis dengan pesonanya. Tetapi saat itu, ketika saya melangkahkan kaki dalam pekarangan Monas, saya merasa benar-benar … Tenang.
Pukul 19.00.
Pertunjukkan air mancur menari pun dimulai. Pemandangan yang sangat baru bagi saya. Pada dasarnya saya sangat menyukai pantai, laut, ombak, air terjun, kolam renang, dan segalanya tentang air. Dan air mancur ? saya baru saja menyukai itu. Dikemas dengan alunan lagu tradisional (Dangdut dan lagu Betawi) dan tembakan cahaya berwarna warni yang berasal dari proyektor dalam ruang khusus bawah tanah. Air mancur menari mengikuti alunan lagu. Gerakan yang lincah dan semakin bersemangat ketika diiringi dengan lagu dangdut. Hmm, saya bukan penggemar dangdut, namun menyaksikan pertunjukkan itu cukup membuat saya tersenyum-senyum. Tapi tidak serta merta membuat saya beralih menyukai musik dangdut tentunya.
Hiburan ini cukup menyenangkan, pikirku. Suasana yang sangat bersahabat karena ternyata setelah saya perhatikan disekeliling sebagian besar pengunjung adalah keluarga yg cukup komplit yang sedang piknik di rerumputan. Pedagang makanan keliling serta pedagang mainan anak-anak membuat tempat itu semakin ramai saja. Tapi tak masalah, selama tak ada pengamen disana. Dan hey … Memang tak ada satupun pengamen disana! Ha ha … Saya suka sekali. Dan yang paling penting adalah … Hiburan ini gratis.
Pertunjukkan itu hanya berlangsung selama kurang lebih 15 menit dan diulangi lagi persis di pukul 20.00. Well, cukup lega menyaksikan itu. Dan tak ada salahnya jika kapan-kapan berkunjung kesana lagi. Gratis. Dan tak hanya ingin melihat air mancur menari, sekedar berjalan santai dan duduk menikmati malam bisa sejenak membuat saya cukup rileks. Tak hanya kalangan menengah ke bawah saja lho yang ada, tetapi saya memperhatikan beberapa keluarga dari kalangan atas pun tak sungkan datang kesana. Hiburan gratis ditengah kota metropolitan Jakarta.
Then you know what? Salah satu Mall besar yang ada di pusat bisnis Jakarta pertengahan tahun lalu membuat design air mancur menari di bagian lobi-nya. Manager operasionalnya mengakui bahwa air mancur menari itu HANYA satu-satunya yang ada di Indonesia. What ?! Hmm, dimaklumi. Mungkin saja ia belum pernah mengunjungi Monas. Atau mungkin juga ia tak pernah mendengar ada hiburan yang sama di Monas. Atau mungkin juga ia tak punya teman-teman yang tertarik untuk datang ke Monas sehingga ia tak mendapat info apapun. Atau … strategi market untuk membuat rating naik apalagi mayoritas orang yang tinggal di Jakarta lebih senang mencuci mata di Mall. Tetapi akan yang menjadi pemikiranku ialah akan lebih baik jika dancing fountain diliput langsung dari Monas. It’s simple, jika hiburan itu di informasikan kepada warga Jakarta, hal itu pasti akan mengangkat citra Monas kembali menjadi tempat hiburan keluarga yang menyenangkan. Dulu Monas kehilangan citra-nya ketika tempat itu dijadikan arena mesum dan kriminalitas. Tetapi dengan adanya hiburan tersebut dan dipublikasikan lebih luas, saya pikir akan sangat membantu menjadikan Monas icon kota Jakarta yang tak pernah mati dari masa ke masa. Dan perlu diketahui, keamanan Monas sekarang ini sudah dikelola dengan baik. Jadi, mulailah menjadikan Monas sebagai salah satu daftar kalian untuk bersantai dengan keluarga. It’ll be fun !

Rabu, 17 Februari 2010

Penampilan Islami = Lebih Baik. Benarkah ?


Sebagian besar orang Muslim mengatakan bahwa seorang wanita Muslimah harus menutupi tubuhnya dengan pakaian tertutup secara keseluruhan alias berjilbab/berkerudung. Anggapan ini memang tidak salah, karena begitulah kiranya peraturan yang ada dalam Islam. Tujuannya untuk melindungi perempuan, begitulah kira-kira. Dan saya pun sering sekali mendapat himbauan atau teguran atau peringatan atau ultimatum atau apalah jenisnya, untuk memakai jilbab. Tapi saya menolak. Bukan karena saya tidak setuju dengan peraturan agama itu, tetapi lebih karena kenyamanan hati saya.
Dulu saya sempat memakai penutup kepala perempuan islami itu, ketika saya sedang kuliah di salah satu universitas swasta Islam di Yogyakarta. Well, namanya juga universitas Islam, jadi peraturan yang ditetapkan adalah setiap mahasiswi yang kuliah disana WAJIB menggunakan jilbab saat berada dilingkungan kampus. Alhasil, beberapa teman saya yang beragama Budha, Hindu, dan Kristen yang kuliah di sana pun memakai jilbab. Tidak masalah bagi mereka. Karena itu hanyalah peraturan.
Tapi yang menjadi persoalan selanjutnya adalah ketika setiap individu perempuan tidak ‘memaknai’ jilbab tersebut sesuai dengan apa yang seharusnya. Sesuai dengan apa yang diinginkan oleh agama itu sendiri. Karena peraturan yang ada sudah jelas yaitu memakai pakaian tertutup (Islami) dan berjilbab, banyak mahasiswi pun berpenampilan serta tampil “apa adanya”. Asal badannya tertutup pakaian dengan memakai baju lengan panjang dibarengi dengan celana/rok panjang, dan asal rambutnya tertutup dengan kain panjang, tidak masalah. Benarkah ?!
Kenyataannya banyak mahasiswi yang memakai pakaian ketat atau ngepas di badan yang jelas-jelas memperlihatkan 2 tonjolan yang ada di depan dada, dan juga poni lempar yang sedikit keluar dari kerudung mereka. “Ini style. Biarpun berjilbab harus tetep modis dong!. Lagipula ini kan cuma peraturan dikampus doang, ya udah turuti aja. Habis kuliah juga bisa dilepas lagi jilbabnya”. Hmm, saya pun dulu berpenampilan seperti itu, jadi saya juga tahu bagaimana “rasanya” punya style seperti itu. Dan boleh di cek kebenarannya, di seluruh kampus Islam pasti memiliki mahasiswi seperti ini. Dengan kata lain, suatu peraturan tidak bisa memaksa seorang perempuan Islam untuk memakai jilbab secara total !
Persoalan penampilan hanyalah masalah lain. Menurut saya hal yang lebih penting dan bermakna untuk dijadikan alasan seseorang ingin memakai jilbab adalah kebersihan hati dan tanggungjawabnya terhadap jilbab yang ia kenakan. Seorang perempuan yang sudah memutuskan ingin berjilbab sudah paham bagaimana beban dan tanggungjawab yang akan ia pegang. Tidak mudah lho memakai jilbab itu. Karena secara pikiran, hati, dan tingkah laku harus benar-benar disesuaikan dengan penampilan Islami-nya. Sederhananya, ia harus memiliki hati dan perilaku yang baik !
Inilah makna dari tanggungjawab jilbab/kerudung yang sebenarnya dalam Islam. Tetapi sayangnya banyak perempuan berkerudung yang saya kenal tidaklah seperti itu. Dengan penampilan Islami yang mereka tampilkan justru membuat mereka cenderung meremehkan perempuan-perempuan lain yang tidak berjilbab (saya pun pernah mengalami hal itu). Bahkan orang-orang seperti ini ada yang berperilaku lebih ekstrim dengan membuang ludah atau memandang rendah terhadap orang-orang non-Muslim. Sikap kasar tersebut biasanya saya perhatikan berasal dari perempuan Muslim yang memakai pakaian yang tertutup secara keseluruhan dan menggunakan cadar diwajahnya. Pakaian khas orang Arab. Ironis sekali. Dan maaf saja, saya tidak respek terhadap orang-orang Muslim dengan karakter seperti itu. Saya sama sekali tidak takut ataupun minder ketika berhadapan dengan orang-orang seperti itu, justru semakin membuat pikiran saya terbuka tentang cara berpikir saudara-saudara Muslim yang lain.
Kembali kepada kebersihan hati. Jilbab hanya akan menjadi selembar kain yang tidak bermakna sama sekali jika pemakainya tidak merepresentasikan akhlak yang baik atas jilbab itu. Buat apa berjilbab kalau akhlaknya buruk ? Buat apa menutupi aurat kalau secara sembunyi-sembunyi mereka masih menonton film porno, bahkan menjadi aktris dalam film porno buatan sendiri itu ? Saya pernah melihat film porno (video mesum – red.) yang pelakunya adalah perempuan yang memakai jilbab. Tak perlu munafik lah. Hampir semua orang laki-laki ataupun perempuan, anak-anak, remaja dan orang dewasa yang belum menikah, pernah menyaksikan tayangan porno. “Hare genee …!”.
Kembali kepada hati ! Sekali lagi saya tegaskan.
Pun masih banyak perempuan berjilbab yang senang bergunjing, membicarakan kejelekan orang lain, merasa diri yang paling benar, memfitnah orang lain, mencuri, dan bla bla bla bla. Tak pantas ! Itu bukan representasi dari keanggunan sebuah jilbab dalam Islam. Tetapi masih banyak sekali perempuan berjilbab yang belum memperbaiki hati dan attitude-nya namun bangga dengan penampilan auratnya yang tertutup. Kasihan. Iba. Sayang sekali.
Well, itu alasan utama saya masih menolak untuk memakai jilbab. Sepenuhnya saya menyadari bahwa saya masih punya banyak kekurangan secara hati dan perilaku. Pasti ada yang berargumen, “Kalo gitu rubah dong hati dan tingkahlaku lo, sambil memakai jilbab juga nggak apa-apa kok!”. Semua orang pasti berusaha untuk menjadi lebih baik setiap hari, itu yang sedang saya lakukan sekarang. Tetapi untuk memakai jilbab ? Saya belum tertarik.
Sesungguhnya jilbab dan atribut Islamiah lainnya yang sering kita lihat digunakan oleh banyak orang Islam laki-laki maupun perempuan hanyalah bersifat simbolis saja. Itu menurut pendapat pribadi saya. Dari sejak zaman dahulu kala bahkan hingga sekarang, penduduk dikawasan Timur Tengah memakai baju panjang dan tertutup (gamis), kerudung dikepalanya, dan cadar untuk menutupi wajahnya. Bukan karena mereka semua adalah penganut Islam, tetapi karena kawasan itu adalah daerah yang memiliki iklim panas yang tinggi. Ditambah lagi dengan kondisi alam yang berpasir karena sebagian besar daerah disana adalah gurun pasir. Orang-orang Israel, Yahudi, Mesir, yang notabene mayoritas non-Muslim memiliki penampilan seperti ini. Tidak hanya orang Arab. Karena agama Islam lahir di daerah Arab, sehingga peraturan yang ada pun disesuaikan dengan kondisi di sana.
  Lagipula Islam pun sebenarnya melarang hal-hal yang bersifat berlebihan termasuk soal penampilan, bahkan jika penampilan yang kita miliki digunakan untuk meremehkan orang lain. Dan cenderung memaksakan kehendaknya kepada orang lain untuk mengikuti penampilannya. Itu tindakan dan pola pikir yang sangat salah.
Well, apapun cerita dari sejarah kerudung ataupun alasan yang dimiliki seorang perempuan yang memakai kerudung/jilbab, semuanya kembali kepada HATI. Sudah bersih kah hati kita ? Sudah layakkah kita berjilbab dengan kualitas perilaku yang kita punya ? Sudah sanggupkah kita mengemban “beban” yang ada ketika berjilbab ?
Seorang perempuan berjilbab harus menjadi contoh dan teladan yang baik bagi perempuan Muslimah yang lain, jika ingin menarik hati mereka untuk memakai jilbab. Sekian. 

Selasa, 12 Januari 2010

-KNOWING- Kiamat itu ulahku

Sangat puas setelah menikmati film yang smart dan berkualitas. Dan itu adalah pendapat saya setelah nonton film ini. Bagi para penikmat film, hal ini pasti akan menimbulkan persepsi sendiri mengenai hakekat kiamat itu sendiri, baik dari segi science, religion, maupun prophecy. Semua orang percaya atau setidaknya semua manusia telah di doktrin untuk meyakini bahwa kiamat itu adalah akhir dari kehidupan di dunia. Kiamat itu adalah hari pengadilan akhir yang ditentukan oleh Tuhan yang menciptakan manusia itu. Tuhan semesta alam. Tuhan pencipta segala kehidupan di muka bumi. Tuhan yang diyakini sebagai Raja di atas Raja. Dan Tuhan yang akan selalu kekal meskipun hari kiamat itu tiba. Tapi satu hal yang paling penting adalah semua manusia diwajibkan percaya bahwa kiamat itu ada dan akan tiba waktunya, sesuai dengan keinginan Tuhan, dan tak ada satu manusia pun yang tahu. Hanya Tuhan.

Disinilah persoalannya. Setiap manusia di doktrin untuk percaya bahwa kiamat itu terjadi karena semakin banyaknya angka “dosa” yang dilakukan setiap manusia yang hidup di dunia, menurut perhitungan Tuhan. Kiamat itu adalah batas akhir kemurkaan Tuhan terhadap manusia. Dan hanya dengan satu kali perintah, Tuhan menghancurkan bumi, meletuskan semua gunung yang ada di permukaan bumi, meretakkan tanah-tanah dan menyedot setiap manusia masuk kedalam perut bumi, serta mengirimkan matahari sehingga berjarak hanya satu jengkal diatas kepala setiap manusia. Gambaran yang sangat mengerikan bukan ? setidaknya itulah hal yang dapat kita pelajari dari orang tua maupun buku-buku.

Tapi bagi para ilmuwan pemikir atau para scientist, tidaklah demikian. Terlepas dari pilihan keyakinan mereka, setidaknya ada penjelasan ilmiah ataupun penjelasan logis mengenai hakekat kiamat itu sendiri. Well, setiap manusia diberi berkah untuk dapat berpikir tentang hidup dan kelangsungan alam bukan ? Tuhan menciptakan bumi dan seluruh isinya secara “mentah”, dan manusialah yang meneruskan, menjaga, serta mengembangkannya. Hal inilah yang menarik untuk saya bahas disini.

Bumi kita telah terbentuk dari beratus-ratus jutaan tahun yang lalu. Para ilmuwan mengatakan bahwa bumi ini berasal dari partikel-partikel kecil yang terakumulasi sehingga terbentuklah seperti yang kita tempati di masa kini. Bukan bidang saya untuk meneliti tentang itu, tapi saya bisa mempelajari dan sedikit memahami tentang asal muasal terbentuknya bumi kita tercinta. Dan tulisan ini bukan untuk membahas mengenai komposisi maupun sejarah keilmuan terciptanya bumi, tapi saya hanya ingin memberikan pendapat saya mengenai bagaimana kiamat itu dapat terjadi dari sisi pemikiran saya yang sekiranya dapat dipahami secara logis menurut batas pemikiran manusia.

Hummm, beberapa tahun terakhir ini kita sangat dekat dengan istilah Global Warming ataupun Climate Change. Saya tak perlu memberikan perincian detail tentang definisi maupun faktor-faktor penyebab terjadinya kedua fenomena alam tersebut, karena pembahasan itu akan semakin memperpanjang tulisan ini (membosankan – red.). Lagipula saya yakin teman-teman pembaca sudah memahami tentang itu. Sebagian orang mengatakan bahwa musibah ataupun bencana alam yang sudah terjadi merupakan tanda-tanda bahwa kiamat itu sudah dekat. Bahwa Tuhan sudah semakin marah dengan manusia sehingga memberikan peringatan-peringatan semacam itu. Tetapi teman saya seorang Pastur mengatakan pendapatnya bahwa ketika seseorang meninggal dunia, itulah yang dinamakan kiamat. Menarik untuk saya sekaligus juga menyetujui pendapatnya. Saya setuju karena kiamat adalah saat berakhirnya kehidupan yang ada di dunia. Ketika seorang manusia meninggal, kehidupannya di dunia pun berhenti. Dan bagi saya, hal itu benar. Tetapi itu dari segi spiritualitas diri.

Kembali kepada kiamat dalam pengertian science. Tiba-tiba saya berpikir bahwa kiamat itu adalah ulah sang manusia sendiri. Begitulah kira-kira. Banjir besar yang melanda sebagian besar penjuru dunia, tanah longsor terjadi dimana-mana, sampai pada lapisan ozon yang rusak akibat ulah dari pelaku industri besar yang notabene manusia juga yang menjalankan. Sangat ironis karena ketika kita berpikir kenapa semua itu dilakukan tak lain karena alasan ekonomi. Well, semua orang butuh level ekonomi yang cukup bagi hidupnya. Bahkan setiap orang saling ketergantungan dalam menjalani siklus itu. Lalu siapa yang harus disalahkan ? Manusia memang. Tetapi apakah semuanya akan berjalan baik-baik saja jika kita melakukan sedikit “perbaikan” ? Mungkin iya. Tapi mungkin saja tidak. Karena bumi ini sudah rapuh. Bumi ini sudah terkontaminasi sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu dan ia terendap dalam kesakitan yang telah sampai pada tahap hampir kritis.

Kasihan bumi kita. Ia butuh inpus lebih banyak. Ia butuh dokter yang senantiasa merawat ketika penyakitnya kambuh. Tetapi kesehatan itu mahal harganya. Jika kita tak ingin sakit, maka jangan sakit ! Dan itupun berlaku bagi bumi kita. Jika tak ingin bumi kita rapuh dan rusak, maka jagalah ia ! Karena kesehatan bumi kita sangat mahal harganya. Kerusakan infrastruktur karena banjir, tanah longsor, gempa, sangat merugikan bukan ? Kehilangan nyawa manusia pun tak bisa digantikan dengan budget berapapun nominalnya. Konferensi Iklim yang dilakukan secara besar-besaran dan berkali-kali dilaksanakan, pun telah mengeluarkan dana yang sangat besar.

Sangat mahal. Upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mendapatkan kembali kesehatan bumi kita sangat mahal. Dan ketakutan setiap manusia akan datangnya bencana yang lebih besar semakin terasa. Syndrome 2012 tak mempengaruhi saya. Tetapi pada akhirnya kematian akan datang kepada kita semua. Dengan cara apapun yang ia mau. Dan saat ini saya lebih mempercayai bahwa kiamat itu adalah kematian diri saya. Kematian tubuh saya. Tetapi kalaupun benar kiamat itu diartikan dengan hancurnya bumi, maka itu karena ulah manusia sendiri. Ulah kita sendiri.

Tololnya Diriku

Aku lelah. Aku muak. Inilah batas tertinggi kesabaranku atas ketololan diri sendiri. Atau ke-tidak beruntung-an hidup. Atau apalah itu namanya. Aku merasa …. Tak punya arti apapun dalam menjalani hidupku sendiri. Terlalu polos, terlalu nrimo, terlalu “lurus”, terlalu idealis, terlalu lemah dan terkesan tak berdaya ketika persoalan datang, terlalu “miskin” perubahan, terlalu …., terlalu …., dan terlalu lainnya.

Aku membenci diriku sendiri. Atas kesombongan-kesombongan yang menjebak diri dan pikiranku sendiri. Aku lebih memilih untuk menjadi orang yang beruntung daripada terjebak dengan gelar “orang pintar” ini. Tetapi sayangnya aku bukan orang yang beruntung. Atau mungkin saja di masa sekarang ini, keberuntungan sedang tidak berpihak kepadaku. Hmmmm.

Terlalu berharap akan pertolongan Tuhan. Itu ketololan lain atas sikap “terlalu” ini. Aku belajar mendekatkan diri dan lebih memahami akan Tuhan dengan harapan bahwa Ia akan (dengan) segera mengabulkan permohonan-permohonanku. Tapi aku salah besar kali ini. Tiba-tiba tersadar bahwa dengan belajar mengenal Tuhan, aku harus “fokus” pada proses pembelajaran ini, bukan pada hal-hal yang bersifat duniawi dulu. Maksudnya, jika merasa “baru” mengenal Tuhan jangan serta merta bersikap “tak tahu diri” merepotkan Tuhan atas permintaan-permintaan duniawi. Tuhan pun akan tertawa karena ketololan ini. Dan mungkin Tuhan akan berkata, “tak ada yang gratis didunia ini, bodoh!. Kau harus mengenal dan mencintaiKu lebih dalam lagi sebelum aku mempertimbangkan untuk menjadikanmu salah satu manusia yang LAYAK dikabulkan setiap doa-doamu. Perbanyak dulu ibadah kepadaKu dan tingkatkan dulu keimananmu, sebelum kau datang lagi kepadaKu dengan permintaan-permintaanmu itu!”. Hmmm. Kurang lebih seperti itulah. Tapi …. Mungkin juga Tuhan tidak akan berkata seperti itu, karena Tuhan Maha Pengasih dan terlalu mencintai umat-umatNya sehingga Ia selalu luluh jika ada (seorang) umatNya yang sedang kesusahan. Mungkinkah seperti itu? ha ha ha … lucu sekali. Aku hampir menjadi seperti orang gila jika terus bersikeras memikirkan tentang apa yang Tuhan pikirkan mengenai diriku. Ketololan yang lain.

Lalu apa yang salah dengan diriku? Entahlah. Aku belum menemukan jawabannya. Apakah aku memang sudah ditakdirkan “sial” seperti ini? Atau aku harus merubah hidupku? Hanya dengan merubah hidup? Apakah itu bisa jadi patokan? Aku tak akan pernah tahu jika tak mencobanya dulu. Jadi …. Aku harus merubah diri secara keseluruhan!!!