Kamis, 25 Februari 2010

Keindahan Yang Misterius

 Agustus, 2007

Raga yang mengalir indah
Sentuhan nafas dalam satu kekuatan
Tangan-tangan handal dalam setiap hentakan
wujud nyata dari sesosok adam rupawan

Angin lembut dalam pesona wajahmu
Air tenang dalam setiap tingkah lakumu
Bara api dalam setiap ambisimu
Idealisme menjadi bagian dari jiwamu

Misteri keindahan yang kau pancarkan
Aura pesonalitas yang kau dengungkan
Cinta dan misteri kini adalah kesatuan jiwaku
Segala pujianpun ku titipkan padamu

Rabu, 24 Februari 2010

Untitled

 Tahun 2007,


Aku telah mati,
Dalam kesepian dan kemarahan yang diam.
Dalam kesenangan dan kebahagiaan yang semu.
Dalam bayangan masa depan yang penuh fatamorgana.
Tapi itu dulu !

Aku terlahir kembali,
Dengan mengingat sejarah kebenaran.
Sikap frontal dengan penuh kesadaran.
Meskipun impulsif bisa menjadi pilihan.
Bagaimanapun juga ... Kebenaran lahir dari perdamaian setelah peperangan yang panjang.
Dan itu sekarang !

Aku telah hidup,
Dengan pro dan kontra yang masih ada.
Segala pertentangan hati yang masih eksis.
Namun itu manusiawi ... Alami.
Siapapun tak pernah bisa melihat dirinya sendiri secara transparan.
Bagaimanapun juga ... Akal sehat menjadi penanda manusia dengan derajat tingginya.
Dan itu adalah proses !

Kering ....

 Tahun 2007,

Kering ...
Ketidakpatuhan atas segala kebaikan-kebaikan yang telah menjadi doktrin dalam sejarah hidup manusia, membuat  apa yang tampak menjadi terkesan sia-sia.
Akibatnya, kesalahan dan dosa terlihat sebagai keindahan yang disengaja.
Cinta yang dirasa pun menjadi kering ...

Aku tak mencintaimu,
Tapi tampaknya aku mencintaimu.
Sejarah mengajarkan cerita-cerita sendu nan pilu yang menuntut revolusi kehidupan.
Namun doktrin itu seketika menjadi sama saja,
ketika aku untuk kesekian kalinya mengecap paradoks-paradoks realita yang pada akhirnya menawarkan kekeringan.

Aku menawarkan kemandirian yang pantas bagiku,
Tapi dikehidupan sekitar tak ada catatan-catatan itu.
Aku lelah dengan idealisme-idealisme yang tak pandai bersekutu dengan realita yang tersedia.
Dan pada akhirnya, seorang manusia menjadi muak dengan segala kenikmatan yang sudah menjadi stigma sepanjang hidupnya.

Minggu, 21 Februari 2010

Dancing Fountain ; Hiburan Yang Murah


Pernah jalan-jalan ke Monas pada Sabtu dan Minggu malam ? Mungkin sebagian besar anak muda Jakarta sudah melupakan tempat itu. Café, Mall, Twentyone, atau tempat nongkrong lainnya masih banyak yang lebih menarik sehingga para anak gaul ini memilih untuk menghabiskan waktu disana. Tapi seandainya mereka mau mengunjungi Monas pada waktu-waktu tersebut, sekali saja, mungkin mereka akan berpendapat lain. Well, perhaps
Saya tidak akan berkata seperti ini jika saya belum pernah kesana. Awal tahun lalu tepatnya. Mendengar kata ‘Monas’ memang sudah menjadi hal biasa, begitupun halnya saya. Tetapi seorang teman merekomendasikan ‘Monas’ saat dia tahu saya sedang jenuh dengan rutinitas biasanya. “Ada air mancur menari lho disanaBelum pernah liat kan?”,  katanya. Dan saya pun menjawab dengan senyum lega, “Hmm, boleh juga”.
Jadilah kami kesana. Setelah sekian lama tidak masuk kedalam lingkungan Monas dan ketika kembali lagi ada perasaan yang berbeda disana. Mungkin memang benar, perasaan terbiasa dengan suasana glamour ataupun tempat-tempat yang cozy dengan lampu-lampu mewah, musik lembut yang menggoda, serta aroma makanan lezat, membuat saya dan sebagian orang terhipnotis dengan pesonanya. Tetapi saat itu, ketika saya melangkahkan kaki dalam pekarangan Monas, saya merasa benar-benar … Tenang.
Pukul 19.00.
Pertunjukkan air mancur menari pun dimulai. Pemandangan yang sangat baru bagi saya. Pada dasarnya saya sangat menyukai pantai, laut, ombak, air terjun, kolam renang, dan segalanya tentang air. Dan air mancur ? saya baru saja menyukai itu. Dikemas dengan alunan lagu tradisional (Dangdut dan lagu Betawi) dan tembakan cahaya berwarna warni yang berasal dari proyektor dalam ruang khusus bawah tanah. Air mancur menari mengikuti alunan lagu. Gerakan yang lincah dan semakin bersemangat ketika diiringi dengan lagu dangdut. Hmm, saya bukan penggemar dangdut, namun menyaksikan pertunjukkan itu cukup membuat saya tersenyum-senyum. Tapi tidak serta merta membuat saya beralih menyukai musik dangdut tentunya.
Hiburan ini cukup menyenangkan, pikirku. Suasana yang sangat bersahabat karena ternyata setelah saya perhatikan disekeliling sebagian besar pengunjung adalah keluarga yg cukup komplit yang sedang piknik di rerumputan. Pedagang makanan keliling serta pedagang mainan anak-anak membuat tempat itu semakin ramai saja. Tapi tak masalah, selama tak ada pengamen disana. Dan hey … Memang tak ada satupun pengamen disana! Ha ha … Saya suka sekali. Dan yang paling penting adalah … Hiburan ini gratis.
Pertunjukkan itu hanya berlangsung selama kurang lebih 15 menit dan diulangi lagi persis di pukul 20.00. Well, cukup lega menyaksikan itu. Dan tak ada salahnya jika kapan-kapan berkunjung kesana lagi. Gratis. Dan tak hanya ingin melihat air mancur menari, sekedar berjalan santai dan duduk menikmati malam bisa sejenak membuat saya cukup rileks. Tak hanya kalangan menengah ke bawah saja lho yang ada, tetapi saya memperhatikan beberapa keluarga dari kalangan atas pun tak sungkan datang kesana. Hiburan gratis ditengah kota metropolitan Jakarta.
Then you know what? Salah satu Mall besar yang ada di pusat bisnis Jakarta pertengahan tahun lalu membuat design air mancur menari di bagian lobi-nya. Manager operasionalnya mengakui bahwa air mancur menari itu HANYA satu-satunya yang ada di Indonesia. What ?! Hmm, dimaklumi. Mungkin saja ia belum pernah mengunjungi Monas. Atau mungkin juga ia tak pernah mendengar ada hiburan yang sama di Monas. Atau mungkin juga ia tak punya teman-teman yang tertarik untuk datang ke Monas sehingga ia tak mendapat info apapun. Atau … strategi market untuk membuat rating naik apalagi mayoritas orang yang tinggal di Jakarta lebih senang mencuci mata di Mall. Tetapi akan yang menjadi pemikiranku ialah akan lebih baik jika dancing fountain diliput langsung dari Monas. It’s simple, jika hiburan itu di informasikan kepada warga Jakarta, hal itu pasti akan mengangkat citra Monas kembali menjadi tempat hiburan keluarga yang menyenangkan. Dulu Monas kehilangan citra-nya ketika tempat itu dijadikan arena mesum dan kriminalitas. Tetapi dengan adanya hiburan tersebut dan dipublikasikan lebih luas, saya pikir akan sangat membantu menjadikan Monas icon kota Jakarta yang tak pernah mati dari masa ke masa. Dan perlu diketahui, keamanan Monas sekarang ini sudah dikelola dengan baik. Jadi, mulailah menjadikan Monas sebagai salah satu daftar kalian untuk bersantai dengan keluarga. It’ll be fun !

Rabu, 17 Februari 2010

Penampilan Islami = Lebih Baik. Benarkah ?


Sebagian besar orang Muslim mengatakan bahwa seorang wanita Muslimah harus menutupi tubuhnya dengan pakaian tertutup secara keseluruhan alias berjilbab/berkerudung. Anggapan ini memang tidak salah, karena begitulah kiranya peraturan yang ada dalam Islam. Tujuannya untuk melindungi perempuan, begitulah kira-kira. Dan saya pun sering sekali mendapat himbauan atau teguran atau peringatan atau ultimatum atau apalah jenisnya, untuk memakai jilbab. Tapi saya menolak. Bukan karena saya tidak setuju dengan peraturan agama itu, tetapi lebih karena kenyamanan hati saya.
Dulu saya sempat memakai penutup kepala perempuan islami itu, ketika saya sedang kuliah di salah satu universitas swasta Islam di Yogyakarta. Well, namanya juga universitas Islam, jadi peraturan yang ditetapkan adalah setiap mahasiswi yang kuliah disana WAJIB menggunakan jilbab saat berada dilingkungan kampus. Alhasil, beberapa teman saya yang beragama Budha, Hindu, dan Kristen yang kuliah di sana pun memakai jilbab. Tidak masalah bagi mereka. Karena itu hanyalah peraturan.
Tapi yang menjadi persoalan selanjutnya adalah ketika setiap individu perempuan tidak ‘memaknai’ jilbab tersebut sesuai dengan apa yang seharusnya. Sesuai dengan apa yang diinginkan oleh agama itu sendiri. Karena peraturan yang ada sudah jelas yaitu memakai pakaian tertutup (Islami) dan berjilbab, banyak mahasiswi pun berpenampilan serta tampil “apa adanya”. Asal badannya tertutup pakaian dengan memakai baju lengan panjang dibarengi dengan celana/rok panjang, dan asal rambutnya tertutup dengan kain panjang, tidak masalah. Benarkah ?!
Kenyataannya banyak mahasiswi yang memakai pakaian ketat atau ngepas di badan yang jelas-jelas memperlihatkan 2 tonjolan yang ada di depan dada, dan juga poni lempar yang sedikit keluar dari kerudung mereka. “Ini style. Biarpun berjilbab harus tetep modis dong!. Lagipula ini kan cuma peraturan dikampus doang, ya udah turuti aja. Habis kuliah juga bisa dilepas lagi jilbabnya”. Hmm, saya pun dulu berpenampilan seperti itu, jadi saya juga tahu bagaimana “rasanya” punya style seperti itu. Dan boleh di cek kebenarannya, di seluruh kampus Islam pasti memiliki mahasiswi seperti ini. Dengan kata lain, suatu peraturan tidak bisa memaksa seorang perempuan Islam untuk memakai jilbab secara total !
Persoalan penampilan hanyalah masalah lain. Menurut saya hal yang lebih penting dan bermakna untuk dijadikan alasan seseorang ingin memakai jilbab adalah kebersihan hati dan tanggungjawabnya terhadap jilbab yang ia kenakan. Seorang perempuan yang sudah memutuskan ingin berjilbab sudah paham bagaimana beban dan tanggungjawab yang akan ia pegang. Tidak mudah lho memakai jilbab itu. Karena secara pikiran, hati, dan tingkah laku harus benar-benar disesuaikan dengan penampilan Islami-nya. Sederhananya, ia harus memiliki hati dan perilaku yang baik !
Inilah makna dari tanggungjawab jilbab/kerudung yang sebenarnya dalam Islam. Tetapi sayangnya banyak perempuan berkerudung yang saya kenal tidaklah seperti itu. Dengan penampilan Islami yang mereka tampilkan justru membuat mereka cenderung meremehkan perempuan-perempuan lain yang tidak berjilbab (saya pun pernah mengalami hal itu). Bahkan orang-orang seperti ini ada yang berperilaku lebih ekstrim dengan membuang ludah atau memandang rendah terhadap orang-orang non-Muslim. Sikap kasar tersebut biasanya saya perhatikan berasal dari perempuan Muslim yang memakai pakaian yang tertutup secara keseluruhan dan menggunakan cadar diwajahnya. Pakaian khas orang Arab. Ironis sekali. Dan maaf saja, saya tidak respek terhadap orang-orang Muslim dengan karakter seperti itu. Saya sama sekali tidak takut ataupun minder ketika berhadapan dengan orang-orang seperti itu, justru semakin membuat pikiran saya terbuka tentang cara berpikir saudara-saudara Muslim yang lain.
Kembali kepada kebersihan hati. Jilbab hanya akan menjadi selembar kain yang tidak bermakna sama sekali jika pemakainya tidak merepresentasikan akhlak yang baik atas jilbab itu. Buat apa berjilbab kalau akhlaknya buruk ? Buat apa menutupi aurat kalau secara sembunyi-sembunyi mereka masih menonton film porno, bahkan menjadi aktris dalam film porno buatan sendiri itu ? Saya pernah melihat film porno (video mesum – red.) yang pelakunya adalah perempuan yang memakai jilbab. Tak perlu munafik lah. Hampir semua orang laki-laki ataupun perempuan, anak-anak, remaja dan orang dewasa yang belum menikah, pernah menyaksikan tayangan porno. “Hare genee …!”.
Kembali kepada hati ! Sekali lagi saya tegaskan.
Pun masih banyak perempuan berjilbab yang senang bergunjing, membicarakan kejelekan orang lain, merasa diri yang paling benar, memfitnah orang lain, mencuri, dan bla bla bla bla. Tak pantas ! Itu bukan representasi dari keanggunan sebuah jilbab dalam Islam. Tetapi masih banyak sekali perempuan berjilbab yang belum memperbaiki hati dan attitude-nya namun bangga dengan penampilan auratnya yang tertutup. Kasihan. Iba. Sayang sekali.
Well, itu alasan utama saya masih menolak untuk memakai jilbab. Sepenuhnya saya menyadari bahwa saya masih punya banyak kekurangan secara hati dan perilaku. Pasti ada yang berargumen, “Kalo gitu rubah dong hati dan tingkahlaku lo, sambil memakai jilbab juga nggak apa-apa kok!”. Semua orang pasti berusaha untuk menjadi lebih baik setiap hari, itu yang sedang saya lakukan sekarang. Tetapi untuk memakai jilbab ? Saya belum tertarik.
Sesungguhnya jilbab dan atribut Islamiah lainnya yang sering kita lihat digunakan oleh banyak orang Islam laki-laki maupun perempuan hanyalah bersifat simbolis saja. Itu menurut pendapat pribadi saya. Dari sejak zaman dahulu kala bahkan hingga sekarang, penduduk dikawasan Timur Tengah memakai baju panjang dan tertutup (gamis), kerudung dikepalanya, dan cadar untuk menutupi wajahnya. Bukan karena mereka semua adalah penganut Islam, tetapi karena kawasan itu adalah daerah yang memiliki iklim panas yang tinggi. Ditambah lagi dengan kondisi alam yang berpasir karena sebagian besar daerah disana adalah gurun pasir. Orang-orang Israel, Yahudi, Mesir, yang notabene mayoritas non-Muslim memiliki penampilan seperti ini. Tidak hanya orang Arab. Karena agama Islam lahir di daerah Arab, sehingga peraturan yang ada pun disesuaikan dengan kondisi di sana.
  Lagipula Islam pun sebenarnya melarang hal-hal yang bersifat berlebihan termasuk soal penampilan, bahkan jika penampilan yang kita miliki digunakan untuk meremehkan orang lain. Dan cenderung memaksakan kehendaknya kepada orang lain untuk mengikuti penampilannya. Itu tindakan dan pola pikir yang sangat salah.
Well, apapun cerita dari sejarah kerudung ataupun alasan yang dimiliki seorang perempuan yang memakai kerudung/jilbab, semuanya kembali kepada HATI. Sudah bersih kah hati kita ? Sudah layakkah kita berjilbab dengan kualitas perilaku yang kita punya ? Sudah sanggupkah kita mengemban “beban” yang ada ketika berjilbab ?
Seorang perempuan berjilbab harus menjadi contoh dan teladan yang baik bagi perempuan Muslimah yang lain, jika ingin menarik hati mereka untuk memakai jilbab. Sekian.