Rabu, 09 Juni 2010

Curhat Di Minggu pagi

Seorang teman di Minggu Pagi curhat pada saya, “Ka, saya pengen nanya sesuatu nih … Secara gender, perempuan memasak untuk pasangannya itu salah nggak?”. Ouw ouw ouw … Pertanyaan yang saya pikir sangat mudah untuk menjawabnya. Tentu saja TIDAK SALAH. Tapi ada apa sampai teman saya bisa bertanya seperti itu ?

“Saya habis berdebat dengan istri teman saya yang mengatakan bahwa perempuan itu nggak harus memasak untuk suami !”. “Apa jadinya kalo’ seperti itu?!”. “I can not do that !”. Dan bla bla bla …. Serentetan pendapat lainnya.

Hmm, lucu juga ketika mengetahui reaksinya. Saya pikir banyak lelaki yang sudah mengetahui bahwa sebagian perempuan-perempuan diluar sana tidak tertarik untuk memasak. Dan biasanya hal itu terjadi pada perempuan dengan karir yang tinggi melesat. Selain tidak memiliki waktu luang sebagai alasannya, ternyata masih ada perempuan yang berpikir bahwa sekarang ini bukan zamannya lagi untuk perempuan “masuk” dapur.

Ada yang benar, dan ada juga yang salah. Benar bahwa banyak wanita dengan karir yang sukses dan super sibuk, sehingga tak punya waktu lagi untuk melayani pasangan soal dapur dan makanan, dan lebih aman menyerahkannya kepada asisten – PRT. Hal ini sangat bisa dimaklumi, karena wanita zaman sekarang sudah sangat jauh berbeda dengan wanita zaman dulu. Dimana wanita pada masa ini lebih smart dan inovatif sehingga lebih sering menghabiskan waktu diluar rumah. Well, sangat penting memang coz bagaimanapun juga banyak kasus yang membuktikan bahwa wanita lebih telaten dalam mencari duit.

Dan salah apabila masih ada wanita yg berpikir kira-kira seperti ini, “Perempuan masak ?? hare genee ?? ngapain gue sekolah tinggi kalo’ ujung-ujungnya masih masuk dapur! percuma dong gue bayar pembantu …”. Hmm, lalu kenapa dengan wanita smart yang pandai memasak ? Memasak itu adalah kegiatan yang menyenangkan you know …. Apalagi dilakukan bersama pasangan yang dicintai, hmmm.

Menurut saya, perempuan itu akan semakin menunjukkan sex appeals-nya disaat memasak. Pada moment ini lah sangat terlihat bagaimana perempuan memainkan jemari dan pergelangan tangannya dalam mengolah makanan. It’s so hot. Setidaknya, itu yang saya rasakan ketika ‘bergaul’ dengan dapur ;-). Lagipula ketika seorang perempuan membuat suatu masakan dengan penuh cinta, itu akan menjadi suatu kepedulian khusus dan penghormatan kepada pasangan. Lelaki mana sih yang nggak senang disuguhkan makanan hasil kerja perempuan yang dicintainya ?

Bagi teman lelaki saya itu, (Dan bisa dikatakan ia adalah representasi dari beberapa lelaki dengan jawaban yang kurang lebih sama), perempuan menemukan identitasnya dalam aktifitas masak-memasak. Mungkin bagi kebanyakan perempuan, dengan adanya globalisasi dan pertukaran ide kultural, perempuan merasa sudah bukan jamannya lagi harus tinggal di dapur dan memasak untuk suami. Aktifitas masak-memasak bagi seorang istri/pasangan akhirnya di stigmatisasi menjadi semacam perbudakan dan ujung-ujungnya menghasilkan bias gender. Tapi mari kita mencoba sebuah paradigma yang mungkin lebih menhormati wanita dalam aktifitas masak-memasak. Jika wanita menemukan identitasnya dalam memasak, itu adalah sesuatu nilai positif. Akan menjadi salah jika ketika lelaki dengan seluruh kekuatan ekonomi, politik dan fisiknya mulai mengeksploitasi wanita. Ide mengenai gender muncul ketika perempuan terstigma secara ekonomi yg melahirkan kelemahan di bidang politik, pendidikan dan sosial. Bagi seorang lelaki, ketika wanita dengan seluruh hatinya menghidangkan sebuah masakan bagi suaminya, dia tidak hanya memberi makan suaminya, tapi ia telah memberi sebuah kehidupan sebab wanita untuk pria ibarat bumi bagi hewan dan tumbuhan. Masakan dari seorang wanita ibarat hujan bagi tanaman, atau rumput bagi ternak. Dan seorang perempuan menjadi sempurna ketika ia menjadi pemberi hidup, makanan jiwa dan raga bagi suami atau pasangannya.

Lalu teman saya ini melanjutkan komentarnya, “Disini (Australia - red.) rata-rata perempuan seperti itu Ka … Nggak mau memasak untuk pasangannya. Karena mereka pikir itu bukanlah suatu keharusan. Mungkin karena perbedaan paradigma dan perbedaan kultur yang menjadikan seperti itu. Beda banget dengan di Indonesia ”. Well, kembali lagi, saya pikir ke-tidak-inginan untuk memasak bagi perempuan bukanlah disebabkan karena faktor perbedaan budaya atau cara pandang mengenai ‘tugas & fungsi’ wanita yang satu itu, tetapi lebih kepada “pilihan” si wanita bagaimana menempatkan dirinya. Atau dengan kata lain si wanita malas mau atau tidak untuk memasak. Karena tak dapat dipungkiri jika seorang wanita merasa ‘bakatnya’ bukan di memasak, mau berkata apapun juga, ya dia takkan mau bergaul dengan dapur dan segala pernak perniknya. Trust me. It was happened.

Anyway, sedikit tips buat para lelaki yang memiliki pasangan yang “nggak doyan” memasak : Coba ajak pasanganmu ke dapur. Minta dia untuk membantumu di dapur. Memotong sayuran atau memotong buah sebagai dessert adalah awal yang bagus untuk menariknya memasuki area itu, sambil mengobrol atau bercanda tentang hal-hal yang menyenangkan tentunya. Jika dia ‘masih’ takut terkena minyak goreng panas, maka minta dia untuk tetap menemanimu di dapur. Dan dengan sedikit rayuan seperti, “Sayang, tolong aduk sayurnya sebentar dong … Tambahin garam secukupnya ya … ”, percaya deh, cara itu akan sangat manjur. And guess what ?! Tanpa sadar dia pun SUDAH memasak. Lakukan kegiatan itu setiap ada kesempatan. Dan bukan tidak mungkin, untuk selanjutnya dia yang akan mengajakmu duluan. So guys, you better try this way!

0 komentar:

Posting Komentar