Kamis, 14 Juli 2011

NASIB IRONIS PARA PEKERJA WANITA KITA ….

Inilah persoalan lain yang dihadapi para perempuan Indonesia kita. Disebut sebagai pahlawan devisa yang tentu saja memberikan keuntungan kepada negara, tetapi sangat lemah posisinya jika dipandang dari aspek perlindungan hukum. Berita terakhir yang kita dengar adalah hukuman penggal kepala yang diberikan kepada Ruyati oleh pemerintah Saudi Arabia. Dan berita yang baru saja saya baca pun lagi-lagi mengenai nasib para perempuan Indonesia kita yang bekerja sebagai TKI di Saudi Arabia yang menjadi korban kekerasan seksual oleh para majikannya. Sedikitnya 25 orang wanita asal Cianjur, Jawa Barat yang dipulangkan oleh pemerintah Saudi Arabia sedang dalam kondisi hamil dan pulang ke Indonesia dengan membawa anak. Memilukan sekali. Para perempuan Indonesia yang tak mendapat perlindungan sebagai “wanita” oleh si “lelaki”, dan biasanya mereka juga tak mendapat gaji atau bayaran yang semestinya, mereka juga harus pulang ke tanah air dengan membawa rasa malu bagi diri mereka, bahkan seringkali para tenaga kerja kita tak mendapat pelayanan hukum yang wajar atas kejadian yang mereka alami.
Beberapa TKW yang berhasil kabur dari rumah majikannya pun terpaksa tinggal di bawah kolong jembatan dan harus hidup kurang layak di negeri orang. Bahkan untuk bisa bertahan hidup pun para perempuan Indonesia kita terpaksa bekerja serabutan sebagai wanita penghibur di klub-klub malam dan panti pijat disana. Semakin menjatuhkan mereka ke dalam kehidupan ironis yang menyedihkan dimana pukulan bertubi-tubi diberikan kepada mereka. Sudah diperkosa oleh majikan, mengandung anak hasil kekerasan seksual tersebut, harus tinggal ditempat yg tidak layak, sampai harus kembali menjual tubuh mereka demi menyambung hidup di negeri orang sebelum akhirnya mereka di deportasi ke Indonesia.
Wacana untuk membatalkan pengiriman tenaga kerja wanita keluar negeri sebaiknya segera di realisasikan saja. Tetapi harus seimbang dengan kebutuhan mereka untuk lapangan pekerjaan di dalam negeri. Hal itulah yang selalu menjadi pekerjaan rumah pemerintah kita dan sekaligus juga menjadi pekerjaan rumah terberat setiap tahun, yaitu menyediakan lapangan pekerjaan yang merata bagi masyarakat Indonesia.
Sudah diketahui bahwa alasan dikirimnya tenaga kerja keluar negeri salah satunya adalah kurangnya kesempatan kerja di dalam negeri. Tetapi jikalau pun pengiriman itu tetap harus dilakukan, bukankah sebaiknya hanya tenaga kerja lelaki saja yang dipekerjakan ? well, meskipun tidak mudah juga sih, karena rata-rata bidang pekerjaan yang ditawarkan diluar negeri adalah pembantu rumah tangga dan pengasuh bayi. Sedangkan para lelaki cukup jarang bekerja dibidang itu, meskipun tenaga lelaki sebagai pembantu rumah tangga sebenarnya dibutuhkan juga. Tetapi bukan berarti tak tersedia bidang pekerjaan lain. Tenaga kerja sebagai tukang bangunan, pegawai toko, maupun pekerjaan-pekerjaan yang tidak membutuhkan ijazah tinggi pun saya pikir masih ada (saya tak mau bilang masih banyak) peluangnya di luar negeri. Well, pekerjaan seperti itu banyak terdapat di dalam negeri sendiri, tetapi yang menjadi pertimbangan warga Indonesia mau bekerja diluar negeri adalah karena gaji yang besar dihitung dari nilai mata uang rupiah yang masih lebih kecil dari mata uang negara lain.
Pada akhirnya, persoalan para perempuan Indonesia kita memang sedang di upayakan untuk diselesaikan oleh pemerintah kita. Dan diharapkan hasilnya adalah adil bagi para tenaga kerja kita khususnya tenaga kerja wanita. Itulah tanggung jawab moral negara bagi perlindungan dan keselamatan serta kesejahteraan warga-warganya. Kita tunggu saja.

Sabtu, 02 Juli 2011

Your Religion Is Not Important


by Bernie Schreck
Yesterday friend of mine sent me an email with a brief dialogue between the Brazilian theologist Leonardo Boff and the Dalai Lama, which deeply touched me. Here is what Leonardo, one of the renovators of the Theology of Freedom, recounts of this remarkable encounter :
In a round table discussion about religion and freedom in which Dalai Lama and myself were participating at recess I maliciously, and also with interest, asked him:  “Your holiness, what is the best religion?”
I thought he would say: “The Tibetan Buddhism” or “The oriental religions, much older than Christianity.”
The Dalai Lama paused, smiled and looked me in the eyes …. which surprised me because I knew of the malice contained in my question.
He answered: “The best religion is the one that gets you closest to God. It is the one that makes you a better person.
To get out of my embarrassment with such a wise answer, I asked: “What is it that makes me better?”
He responded: “Whatever makes you more compassionate, more sensible, more detached, more loving, more humanitarian, more responsible, more ethical.”
“The religion that will do that for you is the best religion”
I was silent for a moment, marveling and even today thinking of his wise and irrefutable response :
“I am not interested, my friend, about your religion or if you are religious or not”.
“What really is important to me is your behavior in front of your peers, family, work, community, and in front of the world”.
“Remember, the universe is the echo of our actions and our  thoughts.”
“The law of action and reaction is not exclusively for physics.  It is also of human relations. If I act with goodness, I will receive goodness. If I act with evil, I will get evil.”
“What our grandparents told us is the pure truth. You will always have what you desire for others. Being happy is not a matter of destiny. It is a matter of options.”
Finally he said:
Take care of your Thoughts because they become Words.
Take care of your Words because they will become Actions.
Take care of your Actions because they will become Habits.
Take care of your Habits because they will form your Character.
Take care of your Character because it will form your Destiny,
and your Destiny will be your Life”.
… and …
“There is no religion higher than the Truth.”

Rabu, 09 Maret 2011

Bahkan Tuhan Pun Bisa Cemburu …

Setiap orang pasti pernah bersikap berlebihan. Entah itu berlebihan soal makanan, pola hidup, cara berbicara, cara bergaul, sampai pada hal yang paling pribadi sekalipun, yaitu berlebihan dalam mencintai seseorang. Tak ada yang salah memang kalau dipandang dari segi hak dan kehidupan sosial. Tetapi jika coba di ingat-ingat lagi, sebenarnya Tuhan tak suka dengan segala sesuatu yang bersifat “berlebihan” itu. Well, bukan bermaksud sok mengenal Tuhan atau bermaksud lebih pintar soal keTuhan-an, tapi untuk persoalan ini saya pikir sebagian besar individu sudah cukup memahami.
Saya ambil contoh yang mudah dipahami saja. Pengalaman pribadi sih sebenarnya. Bukan apa-apa, supaya lebih mudah untuk menjelaskannya saja.
Mencintai seseorang. Sangat indah memang ketika kita mengalami rasa itu. Otak dan perasaan yang cukup terkuras untuk memikirkan dia, waktu yang terkadang atau bahkan seringkali di pause hanya untuk duduk termenung sejenak mencoba mengingat-ingat kembali moment yang telah dihabiskan bersama dia sambil tersenyum-senyum sendiri, plus doa-doa yang selalu kita panjatkan setiap hari. Bahkan lebih dari sekali dalam satu hari. Amazing ya? Setiap orang yang pernah mengalami jatuh cinta yang begitu dalam pasti setuju akan hal ini.
Tapi, tidak kah kamu menyadari bahwa sikap-sikap seperti itu adalah salah?
Okay, let me explain you about this …. Hmm.
Ketika kita memutuskan untuk mencintai seseorang, kita memang merasa lebih dekat dengan Tuhan. Doa-doa yang kita panjatkan setiap saat yang kira-kira bunyinya seperti ini, “Tuhan, aku sangat mencintainya. Dia baik untukku. Aku tak ingin kehilangan dia. Tolong aku ya Tuhan? Jadikan dia jodohku”.
Tak masalah dengan isi doa atau soal permintaannya. Dan saya pikir Tuhan pun pasti tak akan keberatan dengan permohonan-permohonan kita yang seringkali lebay itu. Tetapi yang menjadi persoalan kemudian adalah, apakah kita tetap “setia” dengan permohonan itu bahkan jika kita sudah mendapatkan apa yang kita mau?
Tuhan selalu mengabulkan permohonan kita, manusia. Meskipun terkadang tidak sesuai dengan keinginan, tetapi Tuhan selalu menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Dan boleh percaya atau tidak, Tuhan pun senantiasa “menguji” kita jika Ia telah mengabulkan keinginan kita. Mau penjelasan lagi tentang ini? Okay.
 Kembali pada hal mencintai seseorang tadi.
Tuhan mendengarkan doa kita. Ia menjadikan orang yang kamu cintai itu menjadi pasanganmu. Apakah problem-nya selesai sampai disitu saja? Iya ! Masalahnya sudah selesai jika kamu langsung merasa puas diri. Tapi, persoalannya tidak selesai sampai disitu saja bagi kamu yang tetap “setia” berdoa kepada Tuhan.
Kamu mendapatkan pasanganmu, tetapi kamu tetap “setia” akan doa-doamu. Jika sebelumnya kamu berdoa meminta supaya Tuhan menjadikan dia pasanganmu, dan setelah itu terwujud, saatnya kamu mengganti doa dengan meminta supaya Tuhan TETAP menjaga cinta kalian berdua. Tetapkan doa itu selalu. Hey, ini memang hal kecil tapi sangat penting! Dan itu yang sering terlupakan.
Seringkali orang-orang yang sudah terwujud doa-doanya kemudian lupa. Ketika mereka meminta, mereka pun mencari Tuhan. Dan ketika mereka sudah mendapatkan, mereka berterimakasih, lalu “menghilang” dengan doa-doa mereka.
Mereka lupa, Tuhan bisa menarik kembali perwujudan itu kapan saja Ia mau. Dan jika kamu terlalu “terbuai” dengan cinta yang kamu rasakan saat ini, bahkan terkesan jauh lebih mencintai pasanganmu ketimbang Tuhan itu sendiri, Ia akan senantiasa menarik kembali cinta kalian supaya kamu “kembali” mengingatNya dan menempatkanNya kembali pada posisi nomor satu di hatimu.
Hey … Ingat, bahkan Tuhan pun bisa cemburu.

Senin, 06 Desember 2010

JUST BE YOUR SELF - JUST BE MY SELF

"Tenda nasi kucing, di daerah Matraman, Jakarta Pusat"
7 desember 2010, Pukul 00:15


Pertama kali seorang yang asing mengatakan kepadaku seperti ini : ..."Mbak, gak' pantes...".
Untuk sejenak aku tertegun. Dan langsung mematikan rokok yang baru saja kunyalakan.
Hmm, mungkin dalam pikiran mas asing itu, aku terlalu manis untuk merokok (hehe).

Aku bukan seorang perokok. Aku tidak merokok.
Tapi tadi malam aku ingin sekali merokok, karena kata teman-teman rokok bisa sedikit meringankan beban pikiran, selain alkohol tentunya.
Tetapi ketika mendapat "teguran" dari pria asing itu,
well well well .... Aku tersadar bahwa bagaimanapun beban yang sedang aku alami saat ini, tetap JADILAH DIRI SENDIRI.
Tak perlu melakukan hal apapun untuk bermaksud sejenak meringankan beban yang ada.
Karena toh persoalannya tidak serta merta hilang.

JUST BE MY SELF.
Dan memang, kebiasaan diri sendiri dengan mengurung diri dalam kamarku yang remang dan hangat, adalah sikap yang paling aman.
Just be your self.
Just be my self.


eLIKa
'sedang gundah gulana'

Sabtu, 26 Juni 2010

Benarkah selingkuh itu indah ?


Sesuai dengan judulnya. Benarkah selingkuh itu indah ?
Ya ! Buat orang yang menikmatinya, dan kebetulan sedang jenuh dengan pasangan, apalagi memiliki pasangan yang selalu melakukan kesalahan, sehingga ia ingin mencari kekasih baru menggantikan yang lama. Dan tidak ! Buat orang yang sebenarnya nggak ingin selingkuh tetapi terpaksa (?). Mungkin agak membingungkan ya untuk pernyataan yang terakhir. Tapi coba saya jelaskan deh.
Sebenarnya alasannya hampir sama dengan orang yang menikmati perselingkuhan itu. Hanya saja perbedaannya terletak pada hati yang sesungguhnya masih sangat mencintai pasangannya. Yes, hati masih mencinta dan tentu saja masih ingin bersama, tetapi karena sesuatu hal ia pun berselingkuh. Hmm, kesannya belum bisa diterima sih, tapi yang ingin saya katakan adalah persoalan ini biasanya berhubungan dengan kekesalan atau sedikit dendam atas sesuatu hal tidak menyenangkan yang sebelumnya pernah terjadi.  
Beberapa teman saya mengatakan bahwa selingkuh itu memang indah. Apalagi pasangan selingkuhnya jauh lebih ‘oke’ dari pacar sesungguhnya. Well, kalo bicara soal fisik mah’ nggak akan ada habisnya. Tapi biasanya yang terjadi karena mereka mendapatkan suatu kenyamanan lain yang tidak didapatkan dari pacar sesungguhnya. Persoalan bentuk kenyamanan seperti apa ? Hanya mereka yang bisa mendefinisikan. Namun kekurangannya ialah, mereka justru nggak mau melepaskan pacar ‘asli’ mereka.
Sayang bok’, kalo’ gue lama-lama ngerasa nggak sreg dengan yang ini, kan pacar gue yang pertama masih ada. Sampe sekarang cuma dia deh yang bisa tahan pacaran sama gue”. Katanya.
Lha, kalo’ lu ngerasa cowok lu yang paling ngerti gimana-gimananya elu, trus ngapain lu tepe-tepe ke cowok lain coba?”. Saya langsung nyolot.
 “Ehm, gimana ya say … Kadang gue ngerasa bosen sih sama cowok gue. Tapi kalo’ dia lagi bikin gue seneng, ya gue juga pasti lupa sama selingkuhan gue”.
Truss, kalo’ cowok lu lagi nge-bete-in, lu tinggal jalan sayang-sayangan sama cowok lain getoo?!”. Saya makin nyolot.
Dan temen saya itu pun membalas dengan cengengesan.
Haduh, ribet banget ya. Kalau memang dasarnya cinta dan peduli satu sama lain, nggak akan mengeluh dan pasti selalu siap menerima apa adanya. Lagipula, kalau sifatnya masih mau bersenang-senang, ya nggak usah komitmen untuk pacaran, jalan aja senang-senang dengan teman-teman lelaki. Simple. Tapi semua itu pilihan seseorang sih. Saya hanya bisa berkomentar tanpa punya kuasa untuk melarang.
Lain lagi dengan selingkuh karena terpaksa. Pernah terjadi, teman wanita saya berselingkuh karena merasa kesal alias dendam dengan pacarnya. Dia merasa nggak adil atas kesalahan masa lalu yang menurut dia tidak selaras dengan prinsip hidupnya. Again, selingkuh adalah jalan lain yang dipilih untuk memuaskan kekesalan hatinya. Ketika dia merasa atau melakukan hal sama dengan yang pernah dilakukan oleh pasangannya dimasa lalu, maka dia akan merasa puas. Solusi “satu sama” menjadi pilihan. Dan setelah perselingkuhan itu dilakukan (dan biasanya hanya terjadi satu kali), dia pun kembali pada pacarnya dan seolah-olah tidak pernah terjadi kesalahan apapun. Hmm, ini sih menurut saya lebih idiot lagi.
Anyway, apapun alasannya dan bagaimanapun situasi yang ada dalam suatu hubungan, jika dari awal dibentuk dengan penuh cinta kasih, dan komitmen untuk menjaga itu, saya pikir tidak akan ada badai yang tak bisa dihadapi. Kalau dari awal setuju untuk membina hubungan, konsekuensinya adalah sudah tahu, mengerti, dan memahami kelebihan plus kekurangan pasangan kan? Yo wes, jangan mengeluh belakangan. Cinta itu tidak mudah dijalani lho. Karena bukan hanya “kata cinta” saja yang diperlukan, tetapi bagaimana implementasi “kasih sayang” itu seutuhnya. Jadi ladies and gentlemen, jika kalian belum siap untuk berhubungan dengan satu orang saja, saran saya, jangan memberi harapan lebih deh buat seseorang yang mengharapkanmu. Karena upaya untuk tidak menyakiti seseorang lebih baik daripada sikap yang “akan” menyakiti satu dan dua orang di masa depan. Trust me.     


Rabu, 09 Juni 2010

Curhat Di Minggu pagi

Seorang teman di Minggu Pagi curhat pada saya, “Ka, saya pengen nanya sesuatu nih … Secara gender, perempuan memasak untuk pasangannya itu salah nggak?”. Ouw ouw ouw … Pertanyaan yang saya pikir sangat mudah untuk menjawabnya. Tentu saja TIDAK SALAH. Tapi ada apa sampai teman saya bisa bertanya seperti itu ?

“Saya habis berdebat dengan istri teman saya yang mengatakan bahwa perempuan itu nggak harus memasak untuk suami !”. “Apa jadinya kalo’ seperti itu?!”. “I can not do that !”. Dan bla bla bla …. Serentetan pendapat lainnya.

Hmm, lucu juga ketika mengetahui reaksinya. Saya pikir banyak lelaki yang sudah mengetahui bahwa sebagian perempuan-perempuan diluar sana tidak tertarik untuk memasak. Dan biasanya hal itu terjadi pada perempuan dengan karir yang tinggi melesat. Selain tidak memiliki waktu luang sebagai alasannya, ternyata masih ada perempuan yang berpikir bahwa sekarang ini bukan zamannya lagi untuk perempuan “masuk” dapur.

Ada yang benar, dan ada juga yang salah. Benar bahwa banyak wanita dengan karir yang sukses dan super sibuk, sehingga tak punya waktu lagi untuk melayani pasangan soal dapur dan makanan, dan lebih aman menyerahkannya kepada asisten – PRT. Hal ini sangat bisa dimaklumi, karena wanita zaman sekarang sudah sangat jauh berbeda dengan wanita zaman dulu. Dimana wanita pada masa ini lebih smart dan inovatif sehingga lebih sering menghabiskan waktu diluar rumah. Well, sangat penting memang coz bagaimanapun juga banyak kasus yang membuktikan bahwa wanita lebih telaten dalam mencari duit.

Dan salah apabila masih ada wanita yg berpikir kira-kira seperti ini, “Perempuan masak ?? hare genee ?? ngapain gue sekolah tinggi kalo’ ujung-ujungnya masih masuk dapur! percuma dong gue bayar pembantu …”. Hmm, lalu kenapa dengan wanita smart yang pandai memasak ? Memasak itu adalah kegiatan yang menyenangkan you know …. Apalagi dilakukan bersama pasangan yang dicintai, hmmm.

Menurut saya, perempuan itu akan semakin menunjukkan sex appeals-nya disaat memasak. Pada moment ini lah sangat terlihat bagaimana perempuan memainkan jemari dan pergelangan tangannya dalam mengolah makanan. It’s so hot. Setidaknya, itu yang saya rasakan ketika ‘bergaul’ dengan dapur ;-). Lagipula ketika seorang perempuan membuat suatu masakan dengan penuh cinta, itu akan menjadi suatu kepedulian khusus dan penghormatan kepada pasangan. Lelaki mana sih yang nggak senang disuguhkan makanan hasil kerja perempuan yang dicintainya ?

Bagi teman lelaki saya itu, (Dan bisa dikatakan ia adalah representasi dari beberapa lelaki dengan jawaban yang kurang lebih sama), perempuan menemukan identitasnya dalam aktifitas masak-memasak. Mungkin bagi kebanyakan perempuan, dengan adanya globalisasi dan pertukaran ide kultural, perempuan merasa sudah bukan jamannya lagi harus tinggal di dapur dan memasak untuk suami. Aktifitas masak-memasak bagi seorang istri/pasangan akhirnya di stigmatisasi menjadi semacam perbudakan dan ujung-ujungnya menghasilkan bias gender. Tapi mari kita mencoba sebuah paradigma yang mungkin lebih menhormati wanita dalam aktifitas masak-memasak. Jika wanita menemukan identitasnya dalam memasak, itu adalah sesuatu nilai positif. Akan menjadi salah jika ketika lelaki dengan seluruh kekuatan ekonomi, politik dan fisiknya mulai mengeksploitasi wanita. Ide mengenai gender muncul ketika perempuan terstigma secara ekonomi yg melahirkan kelemahan di bidang politik, pendidikan dan sosial. Bagi seorang lelaki, ketika wanita dengan seluruh hatinya menghidangkan sebuah masakan bagi suaminya, dia tidak hanya memberi makan suaminya, tapi ia telah memberi sebuah kehidupan sebab wanita untuk pria ibarat bumi bagi hewan dan tumbuhan. Masakan dari seorang wanita ibarat hujan bagi tanaman, atau rumput bagi ternak. Dan seorang perempuan menjadi sempurna ketika ia menjadi pemberi hidup, makanan jiwa dan raga bagi suami atau pasangannya.

Lalu teman saya ini melanjutkan komentarnya, “Disini (Australia - red.) rata-rata perempuan seperti itu Ka … Nggak mau memasak untuk pasangannya. Karena mereka pikir itu bukanlah suatu keharusan. Mungkin karena perbedaan paradigma dan perbedaan kultur yang menjadikan seperti itu. Beda banget dengan di Indonesia ”. Well, kembali lagi, saya pikir ke-tidak-inginan untuk memasak bagi perempuan bukanlah disebabkan karena faktor perbedaan budaya atau cara pandang mengenai ‘tugas & fungsi’ wanita yang satu itu, tetapi lebih kepada “pilihan” si wanita bagaimana menempatkan dirinya. Atau dengan kata lain si wanita malas mau atau tidak untuk memasak. Karena tak dapat dipungkiri jika seorang wanita merasa ‘bakatnya’ bukan di memasak, mau berkata apapun juga, ya dia takkan mau bergaul dengan dapur dan segala pernak perniknya. Trust me. It was happened.

Anyway, sedikit tips buat para lelaki yang memiliki pasangan yang “nggak doyan” memasak : Coba ajak pasanganmu ke dapur. Minta dia untuk membantumu di dapur. Memotong sayuran atau memotong buah sebagai dessert adalah awal yang bagus untuk menariknya memasuki area itu, sambil mengobrol atau bercanda tentang hal-hal yang menyenangkan tentunya. Jika dia ‘masih’ takut terkena minyak goreng panas, maka minta dia untuk tetap menemanimu di dapur. Dan dengan sedikit rayuan seperti, “Sayang, tolong aduk sayurnya sebentar dong … Tambahin garam secukupnya ya … ”, percaya deh, cara itu akan sangat manjur. And guess what ?! Tanpa sadar dia pun SUDAH memasak. Lakukan kegiatan itu setiap ada kesempatan. Dan bukan tidak mungkin, untuk selanjutnya dia yang akan mengajakmu duluan. So guys, you better try this way!

Rabu, 19 Mei 2010

Nyut. Nyut. Nyut ....


Nyut. Nyut. Nyut. Nyut…..
Bangun pagi ini kepala rasanya pusing berdenyut. Penyakit lama yang kerap muncul jika aku merasa stress. Gosh …. I hate this feeling ! Sedih rasanya ketika bangun dipagi hari dan langsung menyadari bahwa kamu akan menghadapi sesuatu yang menyedihkan. Untuk jangka panjang. Yep, that’s what I feel now …. Hurable
Mungkin segelas besar coklat panas akan sangat membantu…”. Sambil menunggu indikator pemanas airku menjadi warm, aku pun mulai menyalakan laptop kesayanganku. Rutinitas setiap pagi mengecek email yang masuk dan offline message dari teman-teman.
I miss him already…”. Menggelisahkan jika mengingat percakapan semalam bahwa Lelakiku akan pergi keluar kota untuk ditugaskan disana. Nggak tanggung-tanggung, daerah Timur mendekati ujung Indonesia yang menjadi tujuannya. Well, sekitar 1 atau 2 bulan lagi keberangkatannya. Aku cemas sekali. What can I do without him, here, beside me ? Selama 2 tahun ini aku memiliki keberanian tinggal di kota metropolitan ini karena ada dia disampingku. Melindungiku. Dan ketika dia pergi nanti ? Untuk kontrak kerja yang tidak sebentar ? God …. I can’t imagine how’s my life would be ….   
Aku masih menangis ketika membicarakan hal itu lagi.
Aku ga bisa menjalani long distance relationship babe …!. Kamu tahu aku ga bisa. Aku khawatir sekali. Aku ga mau terulang lagi …”.
Yeah, trauma. Mungkin itu penyebabnya aku panik seperti ini. Well, humm, tidak juga … Waspada sih lebih tepatnya. Nggak mau kecolongan lagi. Nggak mau menyia-nyiakan waktu. Humm, sudah terbiasa selama 2 tahun intens bertemu terus jadi aku nggak bisa jauh dari dia. Atau … Aku nggak mau pisah ditengah jalan karena berjauhan !
And yep ! Aku trauma !!!  Gosh ……
Sedikit terobati ketika mendengar penjelasan Lelakiku. “Job ini kesempatan yang baik buat aku sayang ... Penghasilan yang aku dapat dari ini besar. Ini untuk kita juga. Kita udah punya target menikah kan ? kita bisa menabung banyak. Lagipula aku akan sering balik ke Jakarta. Barang-barang dan tempat tinggalku masih disini … Kamu juga ada disini … ”. Well, setiap perempuan juga pasti akan senang mendengar kata “gaji besar”, “tabungan banyak”, dan segala tetek bengek yang berhubungan dengan uang. Nggak dipungkiri sih, menikah dengan kondisi memiliki tabungan yang “sudah” banyak akan sangat menyenangkan. Tapi apa dengan harus berjauhan ? Ughh, I can not thinking !
Aku bakal kepikiran terus nih …”. Atau, aku harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sebelum hari keberangkatan itu ? Humm, mungkin untuk sementara begitu dulu.
Singing : Dear God, the only thing I ask of You is to hold him when I’m not around. When I’m much too far away …. We all need that person who can be true of  you ….*
Ugghhh, I’m gonna miss him a lot !  :-(