"Tenda nasi kucing, di daerah Matraman, Jakarta Pusat"
7 desember 2010, Pukul 00:15
Pertama kali seorang yang asing mengatakan kepadaku seperti ini : ..."Mbak, gak' pantes...".
Untuk sejenak aku tertegun. Dan langsung mematikan rokok yang baru saja kunyalakan.
Hmm, mungkin dalam pikiran mas asing itu, aku terlalu manis untuk merokok (hehe).
Aku bukan seorang perokok. Aku tidak merokok.
Tapi tadi malam aku ingin sekali merokok, karena kata teman-teman rokok bisa sedikit meringankan beban pikiran, selain alkohol tentunya.
Tetapi ketika mendapat "teguran" dari pria asing itu,
well well well .... Aku tersadar bahwa bagaimanapun beban yang sedang aku alami saat ini, tetap JADILAH DIRI SENDIRI.
Tak perlu melakukan hal apapun untuk bermaksud sejenak meringankan beban yang ada.
Karena toh persoalannya tidak serta merta hilang.
JUST BE MY SELF.
Dan memang, kebiasaan diri sendiri dengan mengurung diri dalam kamarku yang remang dan hangat, adalah sikap yang paling aman.
Just be your self.
Just be my self.
eLIKa
'sedang gundah gulana'
Senin, 06 Desember 2010
Sabtu, 26 Juni 2010
Benarkah selingkuh itu indah ?
Sesuai dengan judulnya. Benarkah selingkuh itu indah ?
Ya ! Buat orang yang menikmatinya, dan kebetulan sedang jenuh dengan pasangan, apalagi memiliki pasangan yang selalu melakukan kesalahan, sehingga ia ingin mencari kekasih baru menggantikan yang lama. Dan tidak ! Buat orang yang sebenarnya nggak ingin selingkuh tetapi terpaksa (?). Mungkin agak membingungkan ya untuk pernyataan yang terakhir. Tapi coba saya jelaskan deh.
Sebenarnya alasannya hampir sama dengan orang yang menikmati perselingkuhan itu. Hanya saja perbedaannya terletak pada hati yang sesungguhnya masih sangat mencintai pasangannya. Yes, hati masih mencinta dan tentu saja masih ingin bersama, tetapi karena sesuatu hal ia pun berselingkuh. Hmm, kesannya belum bisa diterima sih, tapi yang ingin saya katakan adalah persoalan ini biasanya berhubungan dengan kekesalan atau sedikit dendam atas sesuatu hal tidak menyenangkan yang sebelumnya pernah terjadi.
Beberapa teman saya mengatakan bahwa selingkuh itu memang indah. Apalagi pasangan selingkuhnya jauh lebih ‘oke’ dari pacar sesungguhnya. Well, kalo bicara soal fisik mah’ nggak akan ada habisnya. Tapi biasanya yang terjadi karena mereka mendapatkan suatu kenyamanan lain yang tidak didapatkan dari pacar sesungguhnya. Persoalan bentuk kenyamanan seperti apa ? Hanya mereka yang bisa mendefinisikan. Namun kekurangannya ialah, mereka justru nggak mau melepaskan pacar ‘asli’ mereka.
“Sayang bok’, kalo’ gue lama-lama ngerasa nggak sreg dengan yang ini, kan pacar gue yang pertama masih ada. Sampe sekarang cuma dia deh yang bisa tahan pacaran sama gue”. Katanya.
“Lha, kalo’ lu ngerasa cowok lu yang paling ngerti gimana-gimananya elu, trus ngapain lu tepe-tepe ke cowok lain coba?”. Saya langsung nyolot.
“Ehm, gimana ya say … Kadang gue ngerasa bosen sih sama cowok gue. Tapi kalo’ dia lagi bikin gue seneng, ya gue juga pasti lupa sama selingkuhan gue”.
“Truss, kalo’ cowok lu lagi nge-bete-in, lu tinggal jalan sayang-sayangan sama cowok lain getoo?!”. Saya makin nyolot.
Dan temen saya itu pun membalas dengan cengengesan.
Haduh, ribet banget ya. Kalau memang dasarnya cinta dan peduli satu sama lain, nggak akan mengeluh dan pasti selalu siap menerima apa adanya. Lagipula, kalau sifatnya masih mau bersenang-senang, ya nggak usah komitmen untuk pacaran, jalan aja senang-senang dengan teman-teman lelaki. Simple. Tapi semua itu pilihan seseorang sih. Saya hanya bisa berkomentar tanpa punya kuasa untuk melarang.
Lain lagi dengan selingkuh karena terpaksa. Pernah terjadi, teman wanita saya berselingkuh karena merasa kesal alias dendam dengan pacarnya. Dia merasa nggak adil atas kesalahan masa lalu yang menurut dia tidak selaras dengan prinsip hidupnya. Again, selingkuh adalah jalan lain yang dipilih untuk memuaskan kekesalan hatinya. Ketika dia merasa atau melakukan hal sama dengan yang pernah dilakukan oleh pasangannya dimasa lalu, maka dia akan merasa puas. Solusi “satu sama” menjadi pilihan. Dan setelah perselingkuhan itu dilakukan (dan biasanya hanya terjadi satu kali), dia pun kembali pada pacarnya dan seolah-olah tidak pernah terjadi kesalahan apapun. Hmm, ini sih menurut saya lebih idiot lagi.
Anyway, apapun alasannya dan bagaimanapun situasi yang ada dalam suatu hubungan, jika dari awal dibentuk dengan penuh cinta kasih, dan komitmen untuk menjaga itu, saya pikir tidak akan ada badai yang tak bisa dihadapi. Kalau dari awal setuju untuk membina hubungan, konsekuensinya adalah sudah tahu, mengerti, dan memahami kelebihan plus kekurangan pasangan kan? Yo wes, jangan mengeluh belakangan. Cinta itu tidak mudah dijalani lho. Karena bukan hanya “kata cinta” saja yang diperlukan, tetapi bagaimana implementasi “kasih sayang” itu seutuhnya. Jadi ladies and gentlemen, jika kalian belum siap untuk berhubungan dengan satu orang saja, saran saya, jangan memberi harapan lebih deh buat seseorang yang mengharapkanmu. Karena upaya untuk tidak menyakiti seseorang lebih baik daripada sikap yang “akan” menyakiti satu dan dua orang di masa depan. Trust me.
Label:
Curhatan Tentang Cinta
Rabu, 09 Juni 2010
Curhat Di Minggu pagi
Seorang teman di Minggu Pagi curhat pada saya, “Ka, saya pengen nanya sesuatu nih … Secara gender, perempuan memasak untuk pasangannya itu salah nggak?”. Ouw ouw ouw … Pertanyaan yang saya pikir sangat mudah untuk menjawabnya. Tentu saja TIDAK SALAH. Tapi ada apa sampai teman saya bisa bertanya seperti itu ?
“Saya habis berdebat dengan istri teman saya yang mengatakan bahwa perempuan itu nggak harus memasak untuk suami !”. “Apa jadinya kalo’ seperti itu?!”. “I can not do that !”. Dan bla bla bla …. Serentetan pendapat lainnya.
Hmm, lucu juga ketika mengetahui reaksinya. Saya pikir banyak lelaki yang sudah mengetahui bahwa sebagian perempuan-perempuan diluar sana tidak tertarik untuk memasak. Dan biasanya hal itu terjadi pada perempuan dengan karir yang tinggi melesat. Selain tidak memiliki waktu luang sebagai alasannya, ternyata masih ada perempuan yang berpikir bahwa sekarang ini bukan zamannya lagi untuk perempuan “masuk” dapur.
Ada yang benar, dan ada juga yang salah. Benar bahwa banyak wanita dengan karir yang sukses dan super sibuk, sehingga tak punya waktu lagi untuk melayani pasangan soal dapur dan makanan, dan lebih aman menyerahkannya kepada asisten – PRT. Hal ini sangat bisa dimaklumi, karena wanita zaman sekarang sudah sangat jauh berbeda dengan wanita zaman dulu. Dimana wanita pada masa ini lebih smart dan inovatif sehingga lebih sering menghabiskan waktu diluar rumah. Well, sangat penting memang coz bagaimanapun juga banyak kasus yang membuktikan bahwa wanita lebih telaten dalam mencari duit.
Dan salah apabila masih ada wanita yg berpikir kira-kira seperti ini, “Perempuan masak ?? hare genee ?? ngapain gue sekolah tinggi kalo’ ujung-ujungnya masih masuk dapur! percuma dong gue bayar pembantu …”. Hmm, lalu kenapa dengan wanita smart yang pandai memasak ? Memasak itu adalah kegiatan yang menyenangkan you know …. Apalagi dilakukan bersama pasangan yang dicintai, hmmm.
Menurut saya, perempuan itu akan semakin menunjukkan sex appeals-nya disaat memasak. Pada moment ini lah sangat terlihat bagaimana perempuan memainkan jemari dan pergelangan tangannya dalam mengolah makanan. It’s so hot. Setidaknya, itu yang saya rasakan ketika ‘bergaul’ dengan dapur ;-). Lagipula ketika seorang perempuan membuat suatu masakan dengan penuh cinta, itu akan menjadi suatu kepedulian khusus dan penghormatan kepada pasangan. Lelaki mana sih yang nggak senang disuguhkan makanan hasil kerja perempuan yang dicintainya ?
Bagi teman lelaki saya itu, (Dan bisa dikatakan ia adalah representasi dari beberapa lelaki dengan jawaban yang kurang lebih sama), perempuan menemukan identitasnya dalam aktifitas masak-memasak. Mungkin bagi kebanyakan perempuan, dengan adanya globalisasi dan pertukaran ide kultural, perempuan merasa sudah bukan jamannya lagi harus tinggal di dapur dan memasak untuk suami. Aktifitas masak-memasak bagi seorang istri/pasangan akhirnya di stigmatisasi menjadi semacam perbudakan dan ujung-ujungnya menghasilkan bias gender. Tapi mari kita mencoba sebuah paradigma yang mungkin lebih menhormati wanita dalam aktifitas masak-memasak. Jika wanita menemukan identitasnya dalam memasak, itu adalah sesuatu nilai positif. Akan menjadi salah jika ketika lelaki dengan seluruh kekuatan ekonomi, politik dan fisiknya mulai mengeksploitasi wanita. Ide mengenai gender muncul ketika perempuan terstigma secara ekonomi yg melahirkan kelemahan di bidang politik, pendidikan dan sosial. Bagi seorang lelaki, ketika wanita dengan seluruh hatinya menghidangkan sebuah masakan bagi suaminya, dia tidak hanya memberi makan suaminya, tapi ia telah memberi sebuah kehidupan sebab wanita untuk pria ibarat bumi bagi hewan dan tumbuhan. Masakan dari seorang wanita ibarat hujan bagi tanaman, atau rumput bagi ternak. Dan seorang perempuan menjadi sempurna ketika ia menjadi pemberi hidup, makanan jiwa dan raga bagi suami atau pasangannya.
Lalu teman saya ini melanjutkan komentarnya, “Disini (Australia - red.) rata-rata perempuan seperti itu Ka … Nggak mau memasak untuk pasangannya. Karena mereka pikir itu bukanlah suatu keharusan. Mungkin karena perbedaan paradigma dan perbedaan kultur yang menjadikan seperti itu. Beda banget dengan di Indonesia ”. Well, kembali lagi, saya pikir ke-tidak-inginan untuk memasak bagi perempuan bukanlah disebabkan karena faktor perbedaan budaya atau cara pandang mengenai ‘tugas & fungsi’ wanita yang satu itu, tetapi lebih kepada “pilihan” si wanita bagaimana menempatkan dirinya. Atau dengan kata lain si wanita malas mau atau tidak untuk memasak. Karena tak dapat dipungkiri jika seorang wanita merasa ‘bakatnya’ bukan di memasak, mau berkata apapun juga, ya dia takkan mau bergaul dengan dapur dan segala pernak perniknya. Trust me. It was happened.
Anyway, sedikit tips buat para lelaki yang memiliki pasangan yang “nggak doyan” memasak : Coba ajak pasanganmu ke dapur. Minta dia untuk membantumu di dapur. Memotong sayuran atau memotong buah sebagai dessert adalah awal yang bagus untuk menariknya memasuki area itu, sambil mengobrol atau bercanda tentang hal-hal yang menyenangkan tentunya. Jika dia ‘masih’ takut terkena minyak goreng panas, maka minta dia untuk tetap menemanimu di dapur. Dan dengan sedikit rayuan seperti, “Sayang, tolong aduk sayurnya sebentar dong … Tambahin garam secukupnya ya … ”, percaya deh, cara itu akan sangat manjur. And guess what ?! Tanpa sadar dia pun SUDAH memasak. Lakukan kegiatan itu setiap ada kesempatan. Dan bukan tidak mungkin, untuk selanjutnya dia yang akan mengajakmu duluan. So guys, you better try this way!
“Saya habis berdebat dengan istri teman saya yang mengatakan bahwa perempuan itu nggak harus memasak untuk suami !”. “Apa jadinya kalo’ seperti itu?!”. “I can not do that !”. Dan bla bla bla …. Serentetan pendapat lainnya.
Hmm, lucu juga ketika mengetahui reaksinya. Saya pikir banyak lelaki yang sudah mengetahui bahwa sebagian perempuan-perempuan diluar sana tidak tertarik untuk memasak. Dan biasanya hal itu terjadi pada perempuan dengan karir yang tinggi melesat. Selain tidak memiliki waktu luang sebagai alasannya, ternyata masih ada perempuan yang berpikir bahwa sekarang ini bukan zamannya lagi untuk perempuan “masuk” dapur.
Ada yang benar, dan ada juga yang salah. Benar bahwa banyak wanita dengan karir yang sukses dan super sibuk, sehingga tak punya waktu lagi untuk melayani pasangan soal dapur dan makanan, dan lebih aman menyerahkannya kepada asisten – PRT. Hal ini sangat bisa dimaklumi, karena wanita zaman sekarang sudah sangat jauh berbeda dengan wanita zaman dulu. Dimana wanita pada masa ini lebih smart dan inovatif sehingga lebih sering menghabiskan waktu diluar rumah. Well, sangat penting memang coz bagaimanapun juga banyak kasus yang membuktikan bahwa wanita lebih telaten dalam mencari duit.
Dan salah apabila masih ada wanita yg berpikir kira-kira seperti ini, “Perempuan masak ?? hare genee ?? ngapain gue sekolah tinggi kalo’ ujung-ujungnya masih masuk dapur! percuma dong gue bayar pembantu …”. Hmm, lalu kenapa dengan wanita smart yang pandai memasak ? Memasak itu adalah kegiatan yang menyenangkan you know …. Apalagi dilakukan bersama pasangan yang dicintai, hmmm.
Menurut saya, perempuan itu akan semakin menunjukkan sex appeals-nya disaat memasak. Pada moment ini lah sangat terlihat bagaimana perempuan memainkan jemari dan pergelangan tangannya dalam mengolah makanan. It’s so hot. Setidaknya, itu yang saya rasakan ketika ‘bergaul’ dengan dapur ;-). Lagipula ketika seorang perempuan membuat suatu masakan dengan penuh cinta, itu akan menjadi suatu kepedulian khusus dan penghormatan kepada pasangan. Lelaki mana sih yang nggak senang disuguhkan makanan hasil kerja perempuan yang dicintainya ?
Bagi teman lelaki saya itu, (Dan bisa dikatakan ia adalah representasi dari beberapa lelaki dengan jawaban yang kurang lebih sama), perempuan menemukan identitasnya dalam aktifitas masak-memasak. Mungkin bagi kebanyakan perempuan, dengan adanya globalisasi dan pertukaran ide kultural, perempuan merasa sudah bukan jamannya lagi harus tinggal di dapur dan memasak untuk suami. Aktifitas masak-memasak bagi seorang istri/pasangan akhirnya di stigmatisasi menjadi semacam perbudakan dan ujung-ujungnya menghasilkan bias gender. Tapi mari kita mencoba sebuah paradigma yang mungkin lebih menhormati wanita dalam aktifitas masak-memasak. Jika wanita menemukan identitasnya dalam memasak, itu adalah sesuatu nilai positif. Akan menjadi salah jika ketika lelaki dengan seluruh kekuatan ekonomi, politik dan fisiknya mulai mengeksploitasi wanita. Ide mengenai gender muncul ketika perempuan terstigma secara ekonomi yg melahirkan kelemahan di bidang politik, pendidikan dan sosial. Bagi seorang lelaki, ketika wanita dengan seluruh hatinya menghidangkan sebuah masakan bagi suaminya, dia tidak hanya memberi makan suaminya, tapi ia telah memberi sebuah kehidupan sebab wanita untuk pria ibarat bumi bagi hewan dan tumbuhan. Masakan dari seorang wanita ibarat hujan bagi tanaman, atau rumput bagi ternak. Dan seorang perempuan menjadi sempurna ketika ia menjadi pemberi hidup, makanan jiwa dan raga bagi suami atau pasangannya.
Lalu teman saya ini melanjutkan komentarnya, “Disini (Australia - red.) rata-rata perempuan seperti itu Ka … Nggak mau memasak untuk pasangannya. Karena mereka pikir itu bukanlah suatu keharusan. Mungkin karena perbedaan paradigma dan perbedaan kultur yang menjadikan seperti itu. Beda banget dengan di Indonesia ”. Well, kembali lagi, saya pikir ke-tidak-inginan untuk memasak bagi perempuan bukanlah disebabkan karena faktor perbedaan budaya atau cara pandang mengenai ‘tugas & fungsi’ wanita yang satu itu, tetapi lebih kepada “pilihan” si wanita bagaimana menempatkan dirinya. Atau dengan kata lain si wanita malas mau atau tidak untuk memasak. Karena tak dapat dipungkiri jika seorang wanita merasa ‘bakatnya’ bukan di memasak, mau berkata apapun juga, ya dia takkan mau bergaul dengan dapur dan segala pernak perniknya. Trust me. It was happened.
Anyway, sedikit tips buat para lelaki yang memiliki pasangan yang “nggak doyan” memasak : Coba ajak pasanganmu ke dapur. Minta dia untuk membantumu di dapur. Memotong sayuran atau memotong buah sebagai dessert adalah awal yang bagus untuk menariknya memasuki area itu, sambil mengobrol atau bercanda tentang hal-hal yang menyenangkan tentunya. Jika dia ‘masih’ takut terkena minyak goreng panas, maka minta dia untuk tetap menemanimu di dapur. Dan dengan sedikit rayuan seperti, “Sayang, tolong aduk sayurnya sebentar dong … Tambahin garam secukupnya ya … ”, percaya deh, cara itu akan sangat manjur. And guess what ?! Tanpa sadar dia pun SUDAH memasak. Lakukan kegiatan itu setiap ada kesempatan. Dan bukan tidak mungkin, untuk selanjutnya dia yang akan mengajakmu duluan. So guys, you better try this way!
Label:
It's All About Women
Rabu, 19 Mei 2010
Nyut. Nyut. Nyut ....
Nyut. Nyut. Nyut. Nyut…..
Bangun pagi ini kepala rasanya pusing berdenyut. Penyakit lama yang kerap muncul jika aku merasa stress. Gosh …. I hate this feeling ! Sedih rasanya ketika bangun dipagi hari dan langsung menyadari bahwa kamu akan menghadapi sesuatu yang menyedihkan. Untuk jangka panjang. Yep, that’s what I feel now …. Hurable.
“Mungkin segelas besar coklat panas akan sangat membantu…”. Sambil menunggu indikator pemanas airku menjadi warm, aku pun mulai menyalakan laptop kesayanganku. Rutinitas setiap pagi mengecek email yang masuk dan offline message dari teman-teman.
“I miss him already…”. Menggelisahkan jika mengingat percakapan semalam bahwa Lelakiku akan pergi keluar kota untuk ditugaskan disana. Nggak tanggung-tanggung, daerah Timur mendekati ujung Indonesia yang menjadi tujuannya. Well, sekitar 1 atau 2 bulan lagi keberangkatannya. Aku cemas sekali. What can I do without him, here, beside me ? Selama 2 tahun ini aku memiliki keberanian tinggal di kota metropolitan ini karena ada dia disampingku. Melindungiku. Dan ketika dia pergi nanti ? Untuk kontrak kerja yang tidak sebentar ? God …. I can’t imagine how’s my life would be ….
Aku masih menangis ketika membicarakan hal itu lagi.
“Aku ga bisa menjalani long distance relationship babe …!. Kamu tahu aku ga bisa. Aku khawatir sekali. Aku ga mau terulang lagi …”.
Yeah, trauma. Mungkin itu penyebabnya aku panik seperti ini. Well, humm, tidak juga … Waspada sih lebih tepatnya. Nggak mau kecolongan lagi. Nggak mau menyia-nyiakan waktu. Humm, sudah terbiasa selama 2 tahun intens bertemu terus jadi aku nggak bisa jauh dari dia. Atau … Aku nggak mau pisah ditengah jalan karena berjauhan !
And yep ! Aku trauma !!! Gosh ……
Sedikit terobati ketika mendengar penjelasan Lelakiku. “Job ini kesempatan yang baik buat aku sayang ... Penghasilan yang aku dapat dari ini besar. Ini untuk kita juga. Kita udah punya target menikah kan ? kita bisa menabung banyak. Lagipula aku akan sering balik ke Jakarta. Barang-barang dan tempat tinggalku masih disini … Kamu juga ada disini … ”. Well, setiap perempuan juga pasti akan senang mendengar kata “gaji besar”, “tabungan banyak”, dan segala tetek bengek yang berhubungan dengan uang. Nggak dipungkiri sih, menikah dengan kondisi memiliki tabungan yang “sudah” banyak akan sangat menyenangkan. Tapi apa dengan harus berjauhan ? Ughh, I can not thinking !
“Aku bakal kepikiran terus nih …”. Atau, aku harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sebelum hari keberangkatan itu ? Humm, mungkin untuk sementara begitu dulu.
Singing : Dear God, the only thing I ask of You is to hold him when I’m not around. When I’m much too far away …. We all need that person who can be true of you ….*
Ugghhh, I’m gonna miss him a lot ! :-(
Label:
Curhatan Tentang Cinta
Rabu, 03 Maret 2010
HAM Vs Implementasi UU Hukuman Mati
Agustus, 2008
“Wacana tentang eksekusi mati telah menjadi kontroversi sejak lama. Setiap pihak yang pro dan kontra telah menjadikan hal ini polemik yang sekaligus membuka pikiran sebagian masyarakat untuk turut memberikan sumbangsih pendapat, keinginan dan harapan mereka mengenai eksekusi mati ini”.
Berbicara tentang eksekusi mati tentu tak lepas dari Hak Asasi Manusia. Sangat menarik untuk menyimak berbagai apresiasi yang ditunjukkan oleh para pihak yang pro maupun yang kontra mengenai ini. Sederhana saja, eksekusi mati dianggap oleh sebagian orang sangat bertentangan dengan HAM (UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia) karena mengambil hak hidup seorang manusia secara sengaja dengan Undang-undang sebagai justifikasinya (UU tahun 1964 tentang tembak mati). Saya termasuk orang yang sangat menentang hukuman mati itu. Pertimbangan dalam melaksanakan hukuman mati seharusnya tidak hanya di kaji dari aspek hukum pidana dan sekedar mengimplementasikan apa yang telah ditulis oleh Undang-undang semata, tapi juga harus mempertimbangkan aspek moralitas dan hak hidup setiap manusia yang paling hakiki (hanya Tuhan yang berhak memutuskan jalur hidup setiap manusia). Dan meskipun dengan alasan apapun, saya lebih setuju bahwa hukuman penjara seumur hidup sudah merupakan hukuman pidana yang paling tinggi yang dapat memberikan efek jera, karena merampas kebebasan orang dari lingkungan sekitarnya adalah lebih baik daripada merampas kebebasan seseorang untuk hidup di dunia. Kalau dari bahasa sederhananya, setidaknya dengan kesempatan hidup meskipun dengan penjara seumur hidup bisa memberikan kesempatan kepada para pelaku kejahatan untuk memperbaiki diri secara spiritual (setidaknya sebagian napi terbukti lebih “dekat” dengan Tuhan setelah di dalam penjara daripada ketika mereka masih bebas), daripada dengan segera mencabut nyawa mereka tanpa memberikan kesempatan untuk bertobat. Setiap manusia memiliki hak dasar untuk memperbaiki diri lahir dan batin bukan ?
Berbicara mengenai efek jera. Saya pikir dengan adanya hukuman mati tidak serta merta menghapus atau meminimalisir kejahatan yang terjadi seperti narkoba, pembunuhan berantai, dan lain-lain. Karena bukan hukuman mati yang ditakuti para pelaku kejahatan melainkan rasa takut untuk kelaparan atau kekurangan ekonomi, kehilangan seseorang, melindungi diri sendiri, maupun alasan-alasan lain yang dipikirkan seorang pelaku kejahatan pada saat itu untuk menyelamatkan dirinya sendiri daripada memikirkan akibat atau konsekuensi yang akan dihadapi pelaku tersebut. Sehingga kejahatan akan selalu ada di negara Indonesia ini selama rakyatnya belum sejahtera, aman, dan tentram. Mengingat motif utama seseorang membunuh, atau merampok, ataupun menjual narkoba sampai pada korupsi sekalipun adalah EKONOMI. Jadi harus berapa banyak narapidana lagi yang harus di “bunuh” dengan alasan merugikan orang banyak, dibanding dengan kelalaian negara untuk melindungi dan meningkatkan taraf hidup seluruh warga negaranya? Sedangkan negara memiliki kewajiban penuh untuk melindungi dan mempertahankan hak hidup warga negaranya. Sungguh ironis memang, dengan keadaan seperti ini, saya berpendapat bahwa justru negara yang dalam hal ini pemerintah, adalah pelanggar HAM terberat, karena selain gagal menyejahterakan rakyatnya, juga dengan sengaja mengambil hak hidup seseorang. Pemerintah memang pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan, tetapi bukan berarti tanpa mempertimbangkan setiap detail aspek yang terdapat didalamnya.
Hmm, pasti akan ada yang berpendapat bahwa seorang koruptor lah yang paling pantas mendapatkan hukuman mati. Alasan yang paling masuk akal ialah karena seorang koruptor sudah merampas uang rakyat banyak demi keuntungan dan kekayaan pribadi. Memang itu menjadi alasan yang tepat untuk ia mendapatkan hukuman yang sangat berat, tetapi menurut saya hukuman yang paling pantas adalah hukuman seumur hidup (pertimbangan usia seorang koruptor biasanya mulai dari 40 tahun-an), dan ditambah lagi dengan menyita aset dan kekayaan pribadinya yang disesuaikan dengan jumlah dana yang dikorupsi. Jika masih kurang, akan menjadi urusan keluarganya mencari sisa dana tambahan untuk menutupi kekurangan kepada negara. Si koruptor menghabiskan sisa hidupnya dipenjara hingga menghadapi kematiannya sendiri, bahkan keluarganya pun turut repot untuk mencari uang pengganti. Rasa malu seumur hidup, kekayaan habis, itu akan menjadi hukuman yang paling berat selama hidupnya. Dan yang pasti ia tak akan bisa memfasilitasi dirinya sendiri dengan peralatan mewah di penjara. Apa yang harus si koruptor lakukan ? Hanya banyak sembayang dan berdoa supaya dosa-dosanya diampuni sebelum umurnya habis. Itu saja. Dan jika jenis sanksi berat seperti ini sudah diterapkan kepada SATU ORANG KORUPTOR SAJA sebagai contoh, kemungkinan besar orang-orang yang bergelar koruptor ‘tersembunyi’ lainnya bisa memikirkan lagi perilaku mereka.
Kembali pada perdebatan tentang hukuman mati tadi, saya sangat tidak setuju dengan statement Henry Yosodiningrat dalam acara Debat yang ditayangkan di salah satu stasiun tv swasta pada tanggal 23 juli 2008. Bung Henry mengatakan bahwa eksekusi dengan tembak mati adalah cara yang “santun” dalam melaksanakan hukuman tersebut. Dengan alasan bahwa tembak langsung kearah jantung atau kepala daripada digantung, adalah cara yang “santun” karena orang yang dieksekusi tidak merasakan penderitaan atau sakit yang berkepanjangan. Saya kira ini adalah statement yang sangat tidak pantas di ucapkan, karena dengan metode apapun yang digunakan, alasan apapun cara hukuman mati tetap tidak bisa dibenarkan meskipun dengan pertimbangan implementasi undang-undang negara sekalipun. Toh sebuah Undang-undang dibuat oleh manusia, direvisi serta dapat juga dibatalkan oleh manusia, dan setiap manusiapun tak ada yang sempurna.
Pada akhirnya, setiap negara mempunyai alasan dan pertimbangan sendiri untuk tetap mempertahankan ataupun menghapus hukuman mati. Bagaimanapun juga negara yang menerapkan hukuman mati selalu menilai bahwa itulah hukuman setimpal dan hukuman yang paling berat bagi seorang pelaku kejahatan. Dan negara yang masih memiliki sensitifitas terhadap nilai-nilai luhur Hak Asasi Manusia pasti akan menerapkan hukuman seumur hidup sebagai gantinya. Dan saya sangat mendukung jika negara kita menghapus saja metode hukuman mati, dan mulai meratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak Sipil (ICCPR) dan Second Optional Protocol of ICCPR, tentang penghapusan hukuman mati. Negara Indonesia melalui wakil-wakilnya di panggung internasional aktif menyuarakan peningkatan harkat dan martabat manusia dan menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia, namun realisasi didalam negeri tidak menunjukkan hal itu. Bagaimanapun juga metode hukuman mati adalah metode hukum “primitif”, pemerintah harus membuka mata dan pikirkan mengenai penghapusan hukuman mati sekarang juga.
Label:
Tentang Mereka ...
Selasa, 02 Maret 2010
Cinta Vs. Persahabatan
September, 2007
Cinta dan persahabatan,
Takkan pernah bisa berjalan beriringan.
Dimana dua insan mencoba untuk menepis rasa,
Demi sebuah persahabatan ...
Rasa takut kehilangan satu sama lain,
Yang disebabkan oleh cinta.
Dan persahabatan pun dipilih,
Demi keabadian ...
Sampai kapan ini bertahan ?
Mungkin sampai cinta bisa memberi jaminan,
Bahwa ia takkan pernah menyakiti,
Ia takkan pernah mengecewakan,
Ia takkan pernah memberi luka,
Dan ia takkan pernah meminta tangis.
Dan jika saat itu tiba,
Aku akan berani mengatakan,
"Sahabatku ... Aku mencintaimu".
Cinta dan persahabatan,
Takkan pernah bisa berjalan beriringan.
Dimana dua insan mencoba untuk menepis rasa,
Demi sebuah persahabatan ...
Rasa takut kehilangan satu sama lain,
Yang disebabkan oleh cinta.
Dan persahabatan pun dipilih,
Demi keabadian ...
Sampai kapan ini bertahan ?
Mungkin sampai cinta bisa memberi jaminan,
Bahwa ia takkan pernah menyakiti,
Ia takkan pernah mengecewakan,
Ia takkan pernah memberi luka,
Dan ia takkan pernah meminta tangis.
Dan jika saat itu tiba,
Aku akan berani mengatakan,
"Sahabatku ... Aku mencintaimu".
Label:
The Poetries
Kamis, 25 Februari 2010
Keindahan Yang Misterius
Agustus, 2007
Raga yang mengalir indah
Sentuhan nafas dalam satu kekuatan
Tangan-tangan handal dalam setiap hentakan
wujud nyata dari sesosok adam rupawan
Angin lembut dalam pesona wajahmu
Air tenang dalam setiap tingkah lakumu
Bara api dalam setiap ambisimu
Idealisme menjadi bagian dari jiwamu
Misteri keindahan yang kau pancarkan
Aura pesonalitas yang kau dengungkan
Cinta dan misteri kini adalah kesatuan jiwaku
Segala pujianpun ku titipkan padamu
Sentuhan nafas dalam satu kekuatan
Tangan-tangan handal dalam setiap hentakan
wujud nyata dari sesosok adam rupawan
Angin lembut dalam pesona wajahmu
Air tenang dalam setiap tingkah lakumu
Bara api dalam setiap ambisimu
Idealisme menjadi bagian dari jiwamu
Misteri keindahan yang kau pancarkan
Aura pesonalitas yang kau dengungkan
Cinta dan misteri kini adalah kesatuan jiwaku
Segala pujianpun ku titipkan padamu
Label:
The Poetries