Senin, 11 Januari 2010

Cinta Yang Kontra Dalam Islam

Islam mengajarkan umatnya untuk saling mencintai sesama manusia. Terutama cinta kasih atas nama moral dan kemanusiaan. Makhluk Tuhan dalam posisi yang kaya maupun yang miskin, seluruh bangsa-bangsa di dunia, suku dan umat beragama lainnya, hewan dan tumbuhan, semuanya terangkum menjadi satu kesatuan yang wajib mendapatkan cinta kasih yang ‘setara’ atas nama makhluk ciptaan Tuhan. Dalam setiap firman-Nya tercantum dengan sangat jelas di dalam kitab suci Al-Quran. Tetapi ketika aku mencoba mempertanyakan bagaimana sesungguhnya esensi cinta kasih seorang umat Islam terhadap penganut agama lain ? ajaran Islam tak mengajarkan itu. Ajaran Islam melarang pertautan cinta kasih antara seorang Muslim dengan penganut agama lain. Mengapa Tuhan ? Engkau yang menanamkan sebuah hati dalam raga setiap manusia-Mu. Engkau yang mewajibkan cinta kasih bersemi dalam hati setiap manusia-Mu. Tetapi mengapa karena perbedaan keyakinan tentang-Mu, cinta kasih itu harus dibatasi ? mengapa karena tidak adanya kepahaman yang sama mengenai-Mu, menjadikan cinta kasih itu harus dihilangkan, atas nama larangan-Mu ?

Engkau yang Maha Kuasa di atas segala-galanya. Engkau yang Maha Tunggal. Aku meyakini itu. Mereka, penganut agama lain pun meyakini itu. Mereka percaya satu Tuhan. Mereka percaya satu Allah. Namun mereka memilih jalan lain untuk bersimpuh kepada-Mu. Segala ajaran moral dan kasih sayang mereka jalani dengan berpedoman pada Tuhan. Segala kebaikan yang Tuhan wajibkan untuk diimplementasikan dalam segenap kehidupan duniawi, pun mereka jalani dengan berpegang pada-Mu. Aku, umat Muslim-Mu pun melaksanakan ajaran moralitas itu. Lalu apa yang membedakan aku, penganut-Mu, dengan kaum yang bukan penganut-Mu ? mereka hanya memilih ‘jalan’ dan ‘cara’ yang berbeda dari aku yang menyembah-Mu dengan ‘jalan’ dan ‘cara’ yang Engkau wajibkan kepadaku.

Aku bingung dengan konsep cinta dalam ajaran-Mu Tuhan. Aku memandang setiap manusia berdasarkan kualitas moral dan kebaikan yang ia punya. Tanpa memandang dari agama manapun ia berasal. Karena aku yakin setiap agama pasti mengajarkan segala kebaikan dalam hidup. Aku memahami setiap ajaran-Mu. Aku mempelajari batasan-batasan Mu mengenai cinta terhadap umat lain ini. Tapi tetap saja, aku tak memahami mengapa harus seperti itu.

Sesungguhnya orang-orang Mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian, dan beramal shalih, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS. Al-Baqarah (2) : 62)

Para penganut paham pluralisme Islam meyakini bahwa Ayat ini menjelaskan bahwa yang paling utama bagi Tuhan adalah amal baik setiap manusia, sekalipun dia adalah orang Muslim, Yahudi, maupun Nasrani. Dan Tuhan menjanjikan pahala baginya. Setiap manusia baik ia memeluk agama Islam, Yahudi, maupun Nasrani, akan memiliki kedudukan yang sama di surga, selama ia mempertanggungjawabkan segala kewajiban moralnya di dunia. Singkat kata, semua agama itu sama karena semua agama itu benar.

Bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan…” (QS. Al-Baqarah (2) : 148)

Penganut pluralisme pun beranggapan bahwa Ayat ini merupakan pengakuan Al-Quran terhadap beberapa agama yang lahir dari wahyu Tuhan. Dan semua agama itu diakui adanya serta memiliki kiblatnya sendiri-sendiri. Namun yang terutama dan yang terpenting ialah bagaimana setiap pemeluk agama memperbanyak amal kebaikan didunia sebagai kompetisi mereka untuk memperoleh kebahagiaan kekal nantinya.

Well, aku tak ingin membahas satu persatu ayat-ayat yang aku ketahui, karena aku masih memiliki banyak kekurangan dalam hal pemahaman agama (Dan tentu saja, akan muncul banyak pendapat yang mengatakan bahwa aku memang salah pengertian dan tak tahu apa-apa soal itu). Tetapi inilah pemikiranku secara sederhana mengenai semua yg sudah aku bahas dari atas. Saat ini aku memang mencintai lelaki dari penganut agama lain (pertanyaan-pertanyaan diatas bukanlah upaya pembenaran akan hal ini), namun terlepas dari itu, jika aku membawa diriku pada posisi yang netral, pertanyaan-pertanyaan seperti itupun akan terlintas di benakku. Dan hal itu wajar.

Pada akhirnya hanya satu jawaban. Tuhan Maha Kuasa di atas segala-galanya. Manusia memang diberi otak dan akal untuk berpikir. Tetapi jawaban sejatinya hanya pada Tuhan. Dan tugasku selanjutnya hanyalah menyebarkan Hukum Cinta Kasih kepada semua makhluk yang ada di muka bumi. Begitulah.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Hai, bagaimana kabar?
Memang cinta itu tidak ada habisnya dan Islam adalah agama cinta. Cinta antar manusia memang tidak ada salahnya, tetapi akidah harus dijaga, karena kita meyakini sebagai makhluk ciptaanNya. Dalam perkawinan (nantinya) antar agama, yang susah nantinya adalah bagaimana dasar keluarga itu dibangun, akidah apa yang digunakan. Bagaimana dengan tanggungjawab pendidikan anak? bagaimana dengan mandi, makan, minum, bersanggama? karena semua itu adalah ibadah. Maaf kalau tidak berkenan. Saya baru tau perkawinan beda agama di agama lain, pada dasarnya tidak diperkenankan. Ada di tulisan Dr. Abdul Majid, Harian Pikiran rakyat, 09-04-05 di dunia.pelajar-islam.co.id/?p=162
Gebyar

eKa eLiKa LaYLa mengatakan...

hmm, aq pikir hukum yang paling tinggi ketika hidup didunia adalah Hukum Kasih.
Ketika terjadi perkawinan antar/beda agama, hukum kasih lah yg di tegakkan, dimana didalamnya sudah termasuk moral, pengetahuan agama (masing-masing), hubungan terhadap Tuhan (yang HANYALAH SATU), dan hubungan cinta kasih terhadap sesama manusia.
Lagipula menurut saya, BUKAN Agama yang menyelamatkan seseorang, tp bagaimana ia menjalani hidup dengan penuh KASIH.
anyway, makasih ya mas atas komentarnya .... ;-)

Posting Komentar